indotim.net (Rabu, 17 Januari 2024) – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan pentingnya menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam peluncuran buku ke-32. Keputusan yang dimaksud adalah penolakan uji materi tentang keberadaan TAP MPR dan menyatakan MPR tidak berwenang mengeluarkan ketetapan atau Tap yang bersifat mengatur (regeling) dan berlaku mengikat keluar.
“Tidak dapat kita pungkiri bahwa setelah amandemen keempat, konstitusi masih menyisakan beberapa persoalan yang belum memiliki rujukan penyelesaian konstitusionalnya. Salah satu persoalan tersebut adalah bagaimana langkah-langkah konstitusional yang dapat kita lakukan ketika muncul keadaan yang luar biasa dan berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sementara UUD belum secara jelas merumuskan langkah-langkah untuk mengatasi situasi seperti itu,” ujar Bamsoet dalam keterangannya pada Rabu (17/1/2024).
Bamsoet menjelaskan bahwa adanya potensi bahaya jika terjadi kejadian luar biasa yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara, namun UUD belum secara jelas merumuskan langkah-langkah untuk menghadapi situasi tersebut. Sebagai contoh, jika terjadi kejadian tak terduga menjelang Pemilihan Umum, seperti bencana alam atau pandemi yang sulit ditangani.
Bamsoet juga mempertanyakan lembaga mana yang memiliki kewenangan untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum. Ia juga membahas tentang pengaturan konstitusional jika pemilihan umum tertunda, padahal masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, dan DPD, serta para menteri anggota kabinet (termasuk triumvirat: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan) telah berakhir.
“Masalah-masalah seperti ini belum memiliki jalan keluar yang sesuai dengan konstitusi. Secara ideal, UUD 1945 seharusnya memberikan solusi konstitusional, menawarkan sebuah ‘pintu darurat’ untuk mengatasi kebuntuan dalam tata negara atau ‘konstitusi mati’,” ujar Bamsoet.
Dalam acara peluncuran buku ke-32 yang berjudul ‘Konstitusi Butuh Pintu Darurat: Urgensi Memulihkan Wewenang Subjektif Superlatif MPR RI’, Bamsoet menegaskan bahwa jika terjadi situasi luar biasa, prinsip kedaulatan rakyat harus diutamakan untuk mengatasi ancaman yang ada.
Secara akademis, lembaga MPR yang diisi oleh anggota-anggota DPR dan DPD yang seluruhnya merupakan produk pemilihan umum menjadi satu-satunya lembaga negara yang paling merepresentasikan wujud kedaulatan rakyat.
“Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, yang menjadi representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, MPR memiliki kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan yang mengatur upaya penyelesaian dampak dari situasi darurat. Contohnya, seperti dalam bidang politik ataupun fiskal, di mana situasi tersebut sulit diantisipasi dan tidak dapat dikendalikan secara wajar,” paparnya.
Bamsoet, Ketua DPR RI, meluncurkan buku ke-32 dan menegaskan pentingnya menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyatakan bahwa kewenangan subyektif superlatif memiliki makna strategis dalam mengembalikan dan menyempurnakan daulat rakyat. Daulat rakyat ini dipresentasikan oleh lembaga perwakilan yang ‘lengkap’ di dalam kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang terdiri dari unsur DPR dan DPD.
Ketetapan MPR diartikan dan diterima sebagai hasil aspirasi terbaik dari semua elemen masyarakat. Setiap kebijakan strategis yang diterapkan melalui Tap MPR seharusnya dipahami sebagai kesepakatan seluruh rakyat untuk mencapai kemaslahatan bersama.
“Dengan menghilangkan wewenang subyektif yang berlebihan dari MPR, dapat diartikan sebagai pengurangan kekuasaan tertinggi rakyat yang telah memberikan mandat kepada presiden. Dalam konsepsi ini, kekuasaan rakyat dalam menentukan arah dan masa depan bangsa melalui musyawarah dan perwakilan, sesuai dengan sila ke-4 Pancasila, yaitu ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam musyawarah perwakilan’, hanyalah merupakan sebuah cita-cita yang belum bisa terwujud,” ujarnya.
Dalam acara peluncuran buku terbaru tersebut, hadir pula Profesor Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Beliau secara tegas mendukung kembalinya perwakilan dari golongan dan daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Prof. Toni Toharudin, Kepala LLDIKTI Wilayah 3 Kemenristek, juga menyampaikan bahwa pemikiran yang disampaikan oleh Bamsoet dalam bukunya tidak hanya memberikan analisis kritis mengenai peran MPR RI, tetapi juga menawarkan solusi konkret bagi negara dalam menghadapi situasi darurat yang tidak diatur dalam konstitusi pasca amandemen keempat.
Kegiatan peluncuran buku ke-32 ini dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, Fadel Muhammad, Asrul Sani, Sekjen PKS yang juga anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al-Habsyi, dan Mantan Ketua MK, Hamdan Zulfa. Turut hadir pula Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan Calon Wakil Presiden Paslon No.1, Muhaimin Iskandar, untuk memberikan testimoni.
Untuk diketahui, Bamsoet telah menerbitkan berbagai karya buku, antara lain “Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran” (1990), “Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita” (1991), “Ekonomi Indonesia 2020” (1995), “Skandal Gila Bank Century” (2010), “Perang Perangan Melawan Korupsi” (2011), “Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul” (2011), “Republik Galau” (2012), dan “Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir” (2013).
Di antara buku-buku yang telah dirilis sebelumnya oleh Bamsoet terdapat beberapa judul menarik seperti Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013), 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013), Indonesia Gawat Darurat (2014), Republik Komedi 1/2 Presiden (2015), Ngeri Ngeri Sedap (2017), Dari Wartawan ke Senayan (2018), dan Akal Sehat (2019). Selain itu, ia juga merilis buku Jurus 4 Pilar (2020), “Solusi Jalan Tengah” (2020), Cegah Negara Tanpa Arah (2021), Hadapi Dengan Senyuman (2021), Melawan Radikalisme dan Demoralisasi Bangsa (2022), Indonesia Era Disrupsi (2022), 60 Tahun Meniti Buih di Antara Karang (2022), PPHN Tanpa Amendemen (2023), PPHN Menuju Indonesia Emas 2045 (2023), dan News Maker’ – Satu Dasawarsa The Politician Senayan (2023).