indotim.net (Kamis, 07 Maret 2024) – Kejadian cuaca ekstrem El Nino telah memberikan dampak negatif pada sektor pertanian di Indonesia, yang terpaksa harus mengalami penurunan hasil produksi. Fenomena cuaca tidak menguntungkan ini pertama kali muncul pada pertengahan tahun 2023 dan hingga kini masih memberikan dampak yang terus terasa.
El Nino ini menyebabkan curah hujan sangat kurang sehingga lahan pertanian pun mengalami kekeringan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pada 2023 lalu saat El Nino terjadi, luasan panen turun 0,24 juta ha atau 2,2% menjadi 10,21 juta hektare (ha) dibandingkan 2022.
Penurunan luas lahan pertanian akibat dampak El Nino telah menyebabkan penurunan produksi beras secara keseluruhan pada tahun 2023. Menurut data dari Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, total produksi beras sepanjang tahun 2023 mencapai 30,96 juta ton. Angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 580 ribu ton atau 1,84% dibandingkan dengan tahun 2022.
Data menunjukkan bahwa konsumsi beras diperkirakan akan meningkat pada tahun 2023 sebesar 1,39%, atau setara dengan 420 ribu ton lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, konsumsi beras mencapai 30,2 juta ton, sedangkan pada tahun 2023 diprediksi meningkat menjadi 30,62 juta ton.
Penurunan produksi pada sektor pertanian akibat dampak El Nino memaksa pemerintah untuk mengambil langkah impor. Total impor beras pada tahun 2023 mencapai 3 juta ton. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan impor beras sebesar 613,61% dibanding tahun 2022.
Kondisi turunnya luasan panen terus berlanjut hingga awal tahun 2024. Data dari BPS menunjukkan bahwa luasan panen pada periode Januari-April tahun ini diperkirakan mencapai 3,52 juta hektar, mengalami penurunan sebesar 0,69 juta hektar atau 16,48% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) terkait produksi beras dalam 4 bulan pertama tahun ini adalah sebanyak 10,71 juta ton, menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 12,98 juta ton. Penurunan jumlahnya mencapai 17,52%, atau sekitar 2,28 juta ton.
Melihat kekurangan produksi di dalam negeri, pemerintah melakukan antisipasi dengan mengimpor beras. Pada tahun 2024, kuota impor beras dari pemerintah mencapai 3,6 juta ton. Kuota awal sebesar 2 juta ton kemudian ditambah 1,6 juta ton.
Langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan beras di pasar dalam negeri dan menjaga harga beras tetap stabil. Meskipun Indonesia dan negara lain sama-sama terdampak El Nino, namun keputusan impor beras tetap dilakukan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
Situasi El Nino: Thailand dan Vietnam Masih Bisa Mengekspor Beras ke RI
Selain Indonesia, negara-negara yang menjadi penyedia beras impor untuk Indonesia seperti Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar juga merasakan dampak dari fenomena El Nino. Meski demikian, Thailand dan Vietnam tetap menjadi negara terbesar yang mengekspor beras ke Indonesia.
Thailand dan Vietnam masih mampu untuk melakukan ekspor beras ke berbagai negara, termasuk Indonesia, meskipun kedua negara tersebut juga terkena dampak dari fenomena El Nino yang melanda. Lalu, apa yang membuat Thailand dan Vietnam tetap bisa melakukan ekspor?
Menurut laporan dari Vietnam Plus, Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand memperkirakan bahwa produksi beras di musim panen 2023-2024 akan mengalami penurunan, terutama akibat dampak dari fenomena cuaca El Nino.
Produksi beras diperkirakan berkurang sebesar 871.000 ton, turun 3,27% menjadi 25,8 juta ton. Penurunan ini juga seiring dengan menurunnya luasan lahan menjadi total 62,4 juta rai (9,98 juta ha). Hal ini merupakan pengurangan sebanyak 602.000 rai atau 0,96% dari tahun sebelumnya.
Meski begitu, kebutuhan akan beras di Thailand tetap di bawah produksinya sendiri. Setiap tahun, Thailand mampu memproduksi sekitar 20 juta ton beras, namun konsumsinya hanya berkisar antara 11-13 juta ton.
“Penurunan produksi beras Thailand tahun 2023 diprediksi mencapai 871 ribu ton atau turun 3,17%. Thailand masih mampu melakukan ekspor karena produksinya melebihi tingkat konsumsi domestik. Dengan produksi sebesar 20 juta ton dan konsumsi 11 juta ton per tahun, Thailand memiliki jumlah penduduk sekitar 69 juta jiwa, yang setara dengan seperempat populasi Indonesia,” ungkap Peneliti dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian.
Meskipun Indonesia tidak luput dari dampak El Nino, namun para petani di Thailand dan Vietnam tetap mampu menjaga produktivitas beras mereka. Di Vietnam, produksi beras tetap stabil bahkan mengalami peningkatan sebesar 1-2% dibanding tahun sebelumnya.
Menurut laporan dari Nikkei Asia, Bea Cukai Vietnam mengonfirmasi bahwa produksi beras di negara tersebut mencapai lebih dari 43 juta ton, menandakan ketahanan pangan yang baik meski terkena imbas cuaca buruk.
Eliza menegaskan bahwa produktivitas lahan padi di Vietnam memang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Faktor lainnya, jumlah penduduk di negara tersebut juga lebih sedikit daripada Indonesia, sehingga mereka mampu memiliki surplus produksi yang dapat diekspor ke luar negeri.
“Kalau Vietnam memang dari segi tingkat produktivitas itu lebih tinggi dari Indonesia, dan jumlah penduduk pun tidak sebanyak Indonesia, sehingga surplus bisa diekspor. Kita (Indonesia) beras besar, namun kebutuhan juga besar karena jumlah penduduk banyak dan sangat bergantung pada satu komoditas beras,” jelasnya.
Selain Vietnam dan Thailand, Indonesia juga sempat impor beras dari India.
Eliza menekankan bahwa meskipun India memiliki jumlah penduduk yang besar, mereka tidak sepenuhnya bergantung pada beras.
“Mereka diversifikasi pangannya. Proporsi Beras sebagai pangan 43,5 %, Gandum 40,4%, Ragi (biji-bijian) 12,6%, sisanya pangan lokal. beda dengan Indonesia yang 83% bergantung kepada beras,” pungkas Eliza.