Menelusuri Sejarah Megah Istana Bogor: Jejak Belanda & Gempa 1834

indotim.net (Rabu, 06 Maret 2024) – Istana Bogor, atau yang sering disebut Istana Kepresidenan, adalah sebuah bangunan yang menjadi markas pemerintah Indonesia untuk urusan kepresidenan. Selain itu, istana ini juga berfungsi sebagai kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Namun, tahukah Anda bahwa pada awalnya, istana ini dibangun oleh pejabat Belanda yang menempati Hindia Belanda?

Istana Kepresidenan Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.1, Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat Jakarta.

Sebelumnya, kami membahas tentang Istana Bogor yang menempati lahan seluas 28.86 hektar dan berada di ketinggian 290 meter dari permukaan laut. Berlokasi di Bogor, istana ini dikenal karena udara segar dan bersih yang dimilikinya.

Dibangun oleh Pejabat Tinggi Belanda untuk Tempat Istirahat

Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Istana Kepresidenan Bogor dulunya bukanlah sebagai kantor pemerintahan pejabat tinggi. Pada masa pendudukan Belanda, orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (Jakarta) mencari tempat untuk dihuni sebagai tempat istirahat.

Orang-orang Belanda merasa kota Batavia terlalu ramai dan panas, sehingga mereka mulai mencari tempat yang lebih sejuk di luar Batavia.

Hal ini mendorong mereka untuk membangun Istana Bogor sebagai tempat peristirahatan yang tenang dan nyaman.

Hal ini juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada masa itu yakni G.W. Baron van Imhoff (1745-1750). Ia turut mencari tempat peristirahatan di luar Batavia.

READ  Ganjar Mencatat Langkah Penting: Indikasi Pelanggaran yang Menyebabkan Pemakzulan Presiden

Pada 10 Agustus 1744, Istana Bogor akhirnya berhasil ditempatkan di lokasi strategis di sebuah kampung bernama Kampong Baroe.

Lokasi tersebut kemudian dipilih oleh Gubernur Jenderal van Imhoff untuk dibangun sebuah tempat peristirahatan. Pembangunan bangunan bakal istana sendiri dimulai pada 1745.

Diberi Nama Buitenzorg & Sketsa Mirip Istana di Inggris

Nama Istana Bogor tidak digunakan sejak awal. Gubernur Jenderal van Imhoff pada saat itu memberi nama Buitenzorg, yang berarti bebas dari masalah atau kesulitan.

Pada bagian sebelumnya, kita telah membahas mengenai sejarah Istana Bogor yang memiliki keunikan tersendiri. Selain sebagai salah satu peninggalan bersejarah, Istana Bogor juga memiliki cerita yang menarik terkait dengan asal usul penamaan daerah sekitarnya.

Penamaan Buitenzorg ini ternyata juga mencakup wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai kota Bogor.

Tak hanya memberi nama, Gubernur Jenderal van Imhoff juga memikirkan bentuk bangunannya akan seperti apa. Dia membuat sketsa bangunan dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Marlborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Pejabat tinggi pemerintahan Belanda tersebut dikenal sebagai orang yang rajin membangun gedung. Namun, untuk pembangunan Buitenzorg, ia tidak mampu menyelesaikannya.

Sejarah istana ini tak lepas dari peran Gubernur Jenderal Gustaaf Willem van Imhoff, yang sebelumnya menjabat hingga tahun 1750 sebelum digantikan oleh Jacob Mossel (1750-1761).

Sempat Hancur karena Perang dan Gempa Bumi 1834

Pada tahun 1750-1754, Istana Buitenzorg yang saat itu belum rampung dibangun sepenuhnya, malah mengalami kerusakan parah akibat peristiwa pemberontakan perang Banten yang dipimpin oleh Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang.

Pada masa itu, pasukan Banten menyerbu Kampong Baroe dan membakarnya. Perlawanan akhirnya mereda dan mereka terpaksa mengungsi, bahkan menyebabkan runtuhnya Kesultanan Banten.

READ  Kesaksian Menyentuh Ketua RT Saat Menemukan Jasad Pria Bersarung Meninggal di Bogor

Nasib Istana Buitenzorg yang mengalami kerusakan berat akibat gempa pada tahun 1834 kemudian mendapat perbaikan yang cermat untuk mempertahankan keindahan arsitektur aslinya.

Pada era Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811), terjadi renovasi pada Istana Buitenzorg. Bagian gedung mengalami perombakan dengan penambahan lebar baik di sisi kiri maupun kanan.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826), terjadi perubahan besar di Istana Bogor. Di tengah-tengah gedung induk, didirikan menara dan lahan sekitar istana diubah menjadi Kebun Raya yang resmi diresmikan pada 18 Mei 1817. Kebun Raya ini kemudian dikenal sebagai Kebun Raya Bogor.

Setelah mengalami banyak perubahan, Istana Buitenzorg kembali harus menghadapi cobaan berat. Pada tanggal 10 Oktober 1834, gempa bumi mengguncang dan menyebabkan istana tersebut mengalami kerusakan yang parah.

Pembangunan Istana Buitenzorg Selesai pada 1861 dan Jadi Istana Presiden RI pada 1950

Setelah mengalami kehancuran akibat gempa besar pada tahun 1834, bangunan Buitenzorg yang tersisa akhirnya diratakan dan dibangun kembali dari awal.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), istana dibangun dengan satu tingkat dan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Istana tersebut menjadi salah satu monumen penting yang mencerminkan kejayaan arsitektur kolonial Belanda di tanah air, dengan detail ukiran dan ornamen yang memukau.

Selain itu, juga dibangun dua buah jembatan yang menghubungkan Gedung Induk dengan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri. Jembatan-jembatan ini terbuat dari kayu dengan bentuk lengkung elegan.

Istana Buitenzorg selesai dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861) dan pada tahun 1870, tepat sembilan tahun setelahnya, ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.

READ  Optimalkan Penggantian Pipa, PAM Jaya Fokus di 6 Wilayah Strategis Jakarta

Namun, ketika masa pendudukan Jepang dimulai, Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.

Momen tersebut tidak hanya berdampak secara politik, namun juga berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk pada bangunan-bangunan bersejarah seperti Istana Bogor.

Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

Mereka berusaha melindungi bangunan bersejarah tersebut dari upaya pembersihan yang diinginkan oleh Belanda.

Buitenzorg yang kini dikenal sebagai Istana Kepresidenan Bogor akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir tahun 1949. Hal ini menandai akhir dari era penjajahan Belanda di Indonesia serta dimulainya kepemilikan dan pengelolaan istana oleh pemerintah Indonesia.

Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor baru mulai digunakan oleh pemerintah Indonesia pada bulan Januari 1950.