indotim.net (Selasa, 14 November 2023) – Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa petani di seluruh dunia sekarang menghadapi ancaman serius. Populasi hewan penyerbuk seperti lebah, kupu-kupu, kelelawar, dan ngengat semakin menurun, menyebabkan kerugian hasil panen mencapai 3-5 persen.
Lebih lanjut, penelitian ini menemukan bahwa penurunan populasi hewan penyerbuk juga membawa dampak jangka panjang yang lebih buruk bagi manusia. Dilansir oleh laman Smithsonian Magazine, hal ini dapat mengakibatkan kondisi kesehatan yang memprihatinkan, seperti meningkatnya risiko penyakit diabetes dan jantung.
Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi ialah adanya kaitan dengan proses penyerbukan pada tumbuhan. Penyerbukan adalah proses reproduksi generatif yang terjadi pada tumbuhan. Ketika serbuk sari jatuh ke kepala putik yang mengandung sel kelamin betina, penyerbukan terjadi.
Hewan-hewan penyerbuk seperti lebah, kupu-kupu, kelelawar, dan ngengat memiliki peran penting dalam proses penyerbukan. Kehadiran mereka membantu dalam menghasilkan varietas sayur, buah, kacang, dan polong-polongan yang lebih sehat bagi petani.
Turunnya Populasi Hewan Penyerbukan
Sebuah penelitian yang dipublikasi di jurnal Environmental Health Perspective (EHP) menyebutkan, populasi hewan penyerbuk menurun dalam beberapa waktu ke belakang.
Padahal, 80 persen tumbuhan berbunga termasuk tanaman pangan mengandalkan penyerbukan sebagai proses untuk bereproduksi.
Salah satu faktornya karena aktivitas manusia seperti penggunaan pestisida berbahaya, perubahan iklim, polusi udara, praktik pertanian, dan perubahan tata guna lahan.
Dilansir laman Harvard Gazette, Harvard University, Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB mendapati bahwa akan terjadi kiamat serangga.
Konferensi yang berlangsung di Montreal tersebut semula memperhatikan penurunan tahunan populasi serangga hingga pembicaran korban manusia karena hal tersebut.
Setidaknya, setiap tahun terdapat 1-2 persen penurunan populasi serangga hingga timbul peringatan tentang “kiamat serangga” yang mungkin datang dalam beberapa dekade mendatang.
Kiamat serangga ini salah satunya timbul lantaran kemajuan perubahan iklim sehingga penyerbukan liar spesies serangga utama terganggu.
Imbasnya, tiga perempat varietas tanaman menjadi terancam memiliki hasil makanan yang tidak sehat.
Kiamat Serangga dan Akibatnya di Indonesia dan Dunia
Penelitian Environmental Health Perspective (EHP) mengungkapkan bahwa penurunan populasi hewan penyerbuk di area pertanian di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan ekonomi. Dalam studi ini, Matthew Smith dan rekan-rekannya menggunakan model risiko penyakit global untuk memperkirakan akibatnya.
Dampak yang terjadi dapat berbeda-beda di berbagai wilayah dunia. Negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah akan mengalami kehilangan produksi pangan yang berdampak jauh, sedangkan negara-negara dengan penghasilan menengah hingga tinggi akan menghadapi konsekuensi masalah kesehatan.
Dampak yang terjadi dapat berbeda-beda di berbagai wilayah dunia. Negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah akan mengalami kehilangan produksi pangan yang berdampak jauh, sedangkan negara-negara dengan penghasilan menengah hingga tinggi akan menghadapi konsekuensi masalah kesehatan. Bunga
Dampak yang terjadi dapat berbeda-beda di berbagai wilayah dunia. Negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah akan mengalami kehilangan produksi pangan yang berdampak jauh, sedangkan negara-negara dengan penghasilan menengah hingga tinggi akan menghadapi konsekuensi masalah kesehatan. Bunga
Konsekuensi perubahan lingkungan ini juga dapat terjadi di negara-negara berpendapatan rendah seperti Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Indonesia, China, India, dan Rusia sebagai negara berpenghasilan menengah dengan populasi besar juga berpotensi mengalami dampak yang signifikan.
Penurunan jumlah penyerbukan hewan dapat menyebabkan masalah kesehatan, terutama kurangnya pasokan obat-obatan dari tanaman. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A dan folat. Dampak yang lebih parah adalah meningkatnya risiko penyakit seperti kanker prostat, diabetes, penyakit jantung, kekerasan antarpribadi, dan gangguan penggunaan narkoba, yang dapat menyebabkan sekitar 427.000 kematian per tahun.
Penurunan jumlah penyerbukan hewan dapat menyebabkan masalah kesehatan, terutama kurangnya pasokan obat-obatan dari tanaman. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A dan folat. Dampak yang lebih parah adalah meningkatnya risiko penyakit seperti kanker prostat, diabetes, penyakit jantung, kekerasan antarpribadi, dan gangguan penggunaan narkoba, yang dapat menyebabkan sekitar 427.000 kematian per tahun.
Meskipun demikian, Matthew Smith menekankan bahwa dampak ini masih dapat dihindari dengan menjaga hewan penyerbuk. Langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain membatasi penggunaan pestisida, melestarikan habitat alami, memulihkan habitat yang rusak, dan menanam lebih banyak tumbuhan, terutama bunga.
Dengan melakukan upaya pelestarian ini, manusia dapat menjaga tidak hanya lingkungan, tetapi juga ekonomi dan kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Kesimpulan
Populasi hewan penyerbuk seperti lebah, kupu-kupu, kelelawar, dan ngengat semakin menurun secara global, mengancam hasil panen dan meningkatkan risiko penyakit bagi manusia. Penurunan ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti penggunaan pestisida, perubahan iklim, polusi udara, praktik pertanian, dan perubahan tata guna lahan. Penelitian juga menunjukkan bahwa penurunan jumlah penyerbukan hewan dapat menyebabkan masalah kesehatan, termasuk kekurangan zat gizi dan peningkatan risiko penyakit seperti kanker prostat, diabetes, dan penyakit jantung. Untuk menghindari dampak yang lebih buruk, langkah-langkah seperti membatasi penggunaan pestisida, melestarikan habitat, memulihkan habitat yang rusak, dan menanam lebih banyak tumbuhan perlu dilakukan untuk menjaga populasi hewan penyerbuk. Dengan melakukan upaya pelestarian ini, manusia dapat menjaga lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat secara global.