Mengungkap Filosofi Pohon Keraton Jogja: dari Sawo Kecik hingga Beringin

indotim.net (Senin, 04 Maret 2024) – Di dalam lingkungan Keraton Jogja, terdapat beragam jenis pohon yang ditanam. Setiap pohon yang tumbuh di keraton tersebut sebenarnya memiliki makna filosofis yang dalam. Tetapi apa sebenarnya makna di balik pohon-pohon tersebut?

Kompleks Keraton Jogja ditumbuhi pepohonan dengan bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Beberapa pohon di sekitar Keraton Jogja diyakini telah berusia ratusan tahun.

Aneka Pohon yang Tumbuh di Keraton Jogja dan Filosofinya

Setiap jenis pohon di Keraton Jogja dipercaya mengandung nilai filosofisnya masing-masing. Berikut penjelasan tentang nilai filosofis pohon-pohon di Keraton Jogja, mulai dari pohon mangga sampai pohon kemuning.

Mangga

Salah satu pohon mangga di Kompleks Keraton Jogja, Rabu (20/12/2023). Foto: Anandio Januar/detikJogja

Mangga ialah salah satu jenis pohon buah dengan nama ilmiah Mangifera indica. Di Keraton Jogja, terdapat beragam varietas pohon mangga yang berbeda.

Carik Kawedanan Radyo Kartiyoso, RA. Siti Amiroel Noorsoendari (50) menjelaskan tentang beragam varietas mangga seperti mangga cempuro, sengir, harum manis rojo, dan harum manis jowo yang tersebar di berbagai lokasi.

“Di Sitihinggil ada pohon mangganya, di sebelah timur ada 2 atau 3 pohon. Di Kedaton area Kesatrian ada pohon mangga 5 atau lebih. Kemudian saya menemukan itu di Keputren, di Keputren ada satu lokasi khusus yang isinya mangga semua,” ujar Siti Amiroel kepada detikJogja, Rabu (20/12/2023).

Amiroel menjelaskan makna filosofi pohon mangga yang tumbuh di sekitar keraton Jogja yang diambil dari bahasa Jawa, yaitu “pelem”. Menurut Amiroel, “pelem” dikaitkan dengan kata “gelem” yang berarti mau, sehingga filosofi ini bermakna bahwa apapun yang diberikan harus diterima dengan lapang hati.

“Maka prinsip sendiko dawuh berasal dari situ. Kita harus menerima segala hal yang ada di depan kita tanpa penolakan, meskipun terkadang itu terasa di luar logika kita,” ungkap narasumber.

Narasumber kami, Pak Slamet, menjelaskan dengan penuh semangat, “Dia menyebut buah mangga yang telah jatuh di area keraton boleh dimakan.”

READ  Jalanan Sunyi di Ekuador Akibat Aksi Kejahatan Geng, Warga Panik

Pak Slamet juga menambahkan, “Dia menyebut buah yang ada di lingkungan keraton diyakini sebagai berkah.” Itulah kepercayaan yang turun-temurun di Keraton Jogja.

Menurut penjelasan yang disampaikan, segala sesuatu yang diperoleh dari keraton dianggap sebagai berkah. Alasannya adalah karena keraton sering kali menjadi tempat diadakannya ritual, acara doa, dan kegiatan spiritual lainnya. Hal ini menjadikan objek-objek di keraton yang sering didoakan memiliki nilai dan manfaat yang lebih tinggi dibanding yang tidak.

Beringin

Beringin juga termasuk jenis pohon yang dapat ditemui di sekitar Keraton Jogja. Pohon beringin seringkali terlihat di tengah Alun-alun Utara dan Selatan. Pohon ini memiliki nama Latin Ficus benjamina dan termasuk dalam famili Moraceae.

Amiroel menyatakan bahwa pohon beringin memiliki makna sakral yang mendalam. Selain mampu menghasilkan banyak oksigen dan menyerap air dengan baik, pohon ini dianggap memiliki kekuatan spiritual yang bisa menjaga keseimbangan alam dan mencegah terjadinya bencana.

“Sekarang pohon beringin itu dipercaya sebagai penjaga alam. Kalau kita dari kecil melihat pohon itu tumbuh, kalau tumbang nanti ada pamali-annya,” jelas Amiroel.

Pohon beringin menjadi simbol keberlangsungan hidup dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, mengingat pentingnya menjaga alam dan lingkungan sebagai bagian dari kehidupan.

Sawo Kecik

Pohon Sawo Kecik di Keraton Jogja. Foto diambil Rabu (20/12/2023). Foto: Anandio Januari/detikJogja

Berdasarkan papan informasi yang terdapat di Keraton Jogja, sawo kecik memiliki nama ilmiah Manilkara kauki. Pohon ini berasal dari Asia tropis dan tumbuh di wilayah pesisir. Sawo kecik banyak ditanam di pelataran keraton dan kediaman para pangeran.

Amiroel menjelaskan bahwa makna sawo kecik diambil dari kata sarwo becik yang artinya senantiasa dalam kebaikan. Dengan menanam pohon ini, diharapkan juga akan mendatangkan kebaikan sehingga seseorang dapat bermanfaat dan memberi dampak positif bagi orang lain.

“Diharapkan ketika kita menanam pohon sawo kecik, hal itu tidak hanya akan membawa kebaikan bagi lingkungan, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita bahwa sebagai teladan di sekitar, kita harus mampu memberikan manfaat bagi semua orang,” ujar Amiroel.

READ  Langkah Penting: 94 Ribu KTP DKI Dinonaktifkan Pasca Pemilu

Kepel

Pohon kepel di lingkungan Keraton Jogja. Foto diambil Rabu (20/12/2023). Foto: Anandio Januar/detikJogja

Mengutip papan informasi yang ada di Keraton Jogja, kepel atau kepel watu adalah pohon yang tersebar secara alami di Asia Tenggara. Pohon ini ditanam secara masif di lingkungan keraton pada masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Amiroel memperjelas makna filosofi dari kepel sebagai simbol persatuan dan kesatuan. Konsep ini merujuk pada struktur buahnya yang menggabungkan biji dan kulitnya dalam kesatuan, tanpa bisa dipisahkan.

“Kepel itu adalah simbol dari persatuan kesatuan yang tak tergantikan. Kepel terdiri dari buah, biji, dan kulit yang bersatu menjadi satu. Mereka tidak bisa dipisahkan,” ungkap Amiroel.

Jambu Dersono

Jambu dersono yang memiliki nama ilmiah Syzygium malaccense sering ditemui di sekitar keraton. Buah dari jambu dersono berwarna merah dan kaya akan kandungan air, mirip dengan jambu air.

Menelusuri sejarah Keraton Jogja, kita akan disuguhi dengan tradisi dan kearifan lokal yang terpatri dalam setiap sudutnya. Salah satu elemen yang tak terpisahkan dari keberadaan Keraton Jogja adalah pohon-pohon yang menjulang megah di dalam kompleks keraton tersebut. Dari Sawo Kecik hingga Beringin, tiap pohon memiliki makna filosofis yang dalam.

“Kalau menurut saya ders itu dingin, sono itu tempat, jadi dersono tempat yang dingin dan sejuk,” ucap seseorang sambil menunjuk ke arah hamparan pohon-pohon tua yang rindang.

Amiroel menyampaikan bahwa filosofi dari pohon jambu dersono menggambarkan suatu tempat yang teduh dan menyejukkan.

“Buahnya juga banyak airnya bikin dingin, jadi ketika kita melihat jambu dersono mengingatkan kita kalau punya hati yang dingin tidak gampang marah,” imbuhnya.

Kol Banda

Pohon Kol Banda di Keraton Jogja. Foto diambil Rabu (20/12/2023) Foto: Anandio Januari/detikJogja

Kol Banda atau Pisonia grandis adalah pohon yang sering ditemui di kompleks keraton. Mulai ditanam secara luas pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pohon ini tumbuh kokoh dengan daun hijau muda serta akar serabutnya yang menjalar.

Amiroel menjelaskan pentingnya pohon ini dalam permainan anak. Pohon ini melambangkan kekuatan dan keteguhan yang harus dimulai dengan akar yang kokoh agar dapat tumbuh tinggi.

“Jadi, apapun kekuatannya, jika akarnya tidak kuat dan kokoh, maka akan jatuh. Bagaimana caranya agar kita dapat tumbuh ke atas dengan lurus namun tetap memiliki akar yang kuat meskipun akarnya kecil,” jelas narasumber.

READ  Massa di Washington Gelar Aksi Tuntut Gencatan Senjata di Gaza

Lokasi Pohon Keben di Keraton Jogja

Pohon Keben di lingkungan Keraton Jogja

Pohon keben dapat dengan mudah ditemui di sekitar loket dan pintu masuk Keraton Jogja. Berdasarkan informasi yang tertera di dalam Keraton Jogja, pohon keben merupakan sejenis tumbuhan pesisir yang tersebar luas di sepanjang Samudra Hindia, termasuk di India, Sri Lanka, Indonesia, Australia, dan Samoa.

Pohon keben telah ditanam sejak zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk memberikan penghormatan atas perlindungan yang diberikan oleh pohon tersebut saat Sultan diserang oleh VOC.

Sebelumnya, Amiroel menceritakan, “Jadi ketika beliau sudah kepepet dikejar belanda akhirnya beliau lari ke daerah payau, di mana disitu ada pohon keben, kemudian beliau bersembunyi di sana di mana kalau orang belanda kalau di air itu kan nggak mau.”

“Akhirnya setelah menunggu hingga Belanda kembali ke basecamp-nya dan dia bisa lolos. Kemudian kami mencoba menanamnya di sini dan ternyata pohon itu hidup,” lanjut narasumber.

Kemuning

Pohon kemuning, yang memiliki nama ilmiah Murraya paniculata, ternyata memiliki banyak manfaat. Menurut papan informasi yang ada, kemuning tidak hanya berfungsi sebagai tanaman hias, tetapi juga dimanfaatkan sebagai obat dan dalam berbagai ritual. Pohon ini memiliki makna simbolis sebagai pengingat agar selalu berbuat baik, sehingga memberikan pesan moral yang dalam bagi setiap orang yang melihatnya.

“Kemuning itu lebih kepada tanaman perlindungan, jadi kemuning termasuk seperti pohon nagasari, dewandaru, seperti itu. Kemuning itu seperti penyeimbang yang ada di sini,” ujar Amiroel.

“Dikatakan bahwa kemuning adalah tempat hantu berada. Namun, semua itu hanyalah pengingat bagi kita bahwa ciptaan Allah tidak hanya terdiri dari manusia, pohon, dan hewan, tetapi juga ada makhluk yang tak terlihat namun tetap menjadi bagian dari ciptaan-Nya,” ujar narasumber.

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar dan Jihan Nisrina Khairani, Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka.