Kampung Buku, Novel ‘Buah Dendam’ Karya Edi Dimyati: Mengungkap Misteri dalam Komunitas Membaca

indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Edi Dimyati memendam dendam dalam hatinya. Kekecewaan yang ia rasakan mendorongnya untuk mengambil tindakan agar orang lain tidak mengalami hal yang sama.

Suatu ketika, Edi tidak berhasil masuk ke sebuah perpustakaan. Pustakawan menilai penampilan Edi kurang rapi untuk masuk ke ruangan tersebut. Edi baru saja selesai bermain dengan teman-temannya, sehingga ia hanya mengenakan celana pendek, kaos oblong, dan sandal jepit.

“Akhirnya, dengan wajah kecewa, saya keluar dan berjalan ke samping kiri. Di sana, terdapat kaca-kaca yang memungkinkan saya melihat orang lain sedang membaca dari luar. Rasanya senang melihat situasinya. Jadi saya hanya bisa menikmati orang lain membaca di dalam perpustakaan dari luar, dengan mengintip melalui kaca tersebut,” kenang Edi dalam program Sosok.

Edi sudah merasa bahagia bisa melihat perpustakaan meski hanya dari balik jendela. Tapi di dalam hatinya, ia merasa ini tidak seharusnya terjadi. Dia percaya bahwa buku seharusnya bisa diakses oleh siapa pun, terlepas dari penampilannya. Selain itu, ada satu frasa yang sangat ia pegang teguh, yaitu ‘Buku adalah jendela dunia’ yang sering ia dengar saat masih kecil. Kedua hal ini menjadi sumber semangat Edi untuk mengubah situasi ini.

Muncul sebuah ide di kepala Edi. Ia ingin ‘balas dendam’ dengan mendirikan perpustakaan yang terbuka dan bebas dari aturan yang menghambat seseorang untuk lebih dekat dengan buku.

“Nah semenjak itu baru istilahnya ada rasa apa ya, balas, balas dendam ya. Balas dendam pengen bikin perpustakaan yang welcome-lah ya. Siapapun boleh datang tanpa harus mengikuti aturan yang ngejelimet gitu,”

Bukannya sirna ditelan waktu, mimpinya semakin bulat seiring dengan banyaknya buku pribadi miliknya. Hingga akhirnya tiba pada Januari 2010, sebuah nama pun tercetus: Taman Baca Masyarakat (TBM) Kampung Buku.

READ  Pria Palembang Tewas Dibacok, 2 Pelaku Berhasil Ditangkap!

Didirikan di lahan milik teman Edi, Kampung Buku awalnya hanya berbentuk saung kecil. Setelah sembilan tahun berlalu, seorang kenalan Edi dengan baik hati menghibahkan tanahnya untuk menjadi tempat bernaung Kampung Buku. Sejak saat itu, Kampung Buku menetap di Jalan Abdul Rahman, Gang Rukun No. 56, Cibubur, Jakarta Timur.

Kampung Buku terus mengalami perkembangan yang pesat. Koleksi buku yang awalnya berjumlah 200 kini telah bertambah menjadi lebih dari 4000. Edi juga aktif dalam menyumbangkan buku-buku tersebut ke perpustakaan dan taman baca di berbagai daerah.

Edi juga tetap teguh dengan prinsipnya yang ingin menciptakan perpustakaan ‘santai’. Ia tidak menerapkan aturan formal peminjaman buku di Kampung Buku.

“Semua pengunjung adalah penjaga. Jadi mereka bebas, kalau mau pilih buku, pilih sendiri. Jadi mereka yang mencatat sendiri, terus mengembalikan sendiri. Kalau tidak balik, tidak apa-apa sih,” jelas Edi.

“Setelah merenung, ternyata buku-buku yang ada di sini sebaiknya dimiliki oleh orang-orang yang membutuhkannya. Kalau mereka benar-benar ingin dan membutuhkannya, tidak masalah jika buku-buku tersebut hilang,” lanjut Edi Dimyati dengan pengharapan baru.

Kampung Buku kini tak hanya menjadi tempat untuk membaca. Edi juga mengubah Kampung Buku menjadi tempat berkumpul dan berkarya bagi masyarakat, terutama anak-anak. Setiap Senin hingga Jumat, anak-anak usia pra-SD hingga SD dapat belajar bersama di Kampung Buku tanpa dipungut biaya.

Edi tidak bisa berhenti berinovasi. Untuk mendekatkan buku dengan anak-anak, ia menciptakan perpustakaan keliling. Proyek yang diberi nama ‘Kargo Baca’ ini pertama kali diluncurkan oleh Edi pada tahun 2017. Setiap akhir pekan, Edi secara rutin membawa sejumlah koleksi Kampung Buku dengan menggunakan sepeda menuju beberapa tempat terbuka di Jakarta.

READ  Faktor Genetik Diduga Menjadi Penyebab Ketidakmampuan Bergerak pada Satu Keluarga di Lebak

Meskipun telah aktif sejak tahun 2010, Edi mengungkapkan bahwa ia tidak berniat untuk berhenti dalam upayanya meningkatkan literasi di kalangan masyarakat. Ia masih berharap bahwa suatu hari nanti akses terhadap buku di setiap daerah dapat dioptimalkan. Edi juga siap untuk menyediakan buku-buku jika dibutuhkan.

“Kalau misalkan ada taman bacaan yang baru muncul, baru berdiri, wah semangat lagi saya. Jadi saya semangat ngirim-ngirim buku ke mereka. Karena kan katanya kan buku jendela dunia,” tandas Edi.

Kesimpulan

Artikel ini mengangkat kisah inspiratif Edi Dimyati dalam mendirikan Kampung Buku sebagai bentuk balas dendam terhadap pengalaman pahitnya di sebuah perpustakaan. Dengan semangat dan keyakinan bahwa buku harus dapat diakses oleh siapa pun tanpa hambatan, Edi menciptakan perpustakaan yang santai dan bebas aturan di Kampung Buku. Selain menjadi tempat membaca, Kampung Buku juga bertransformasi menjadi tempat berkumpul dan berkarya bagi masyarakat, khususnya anak-anak. Edi juga tak berhenti berinovasi dengan menciptakan perpustakaan keliling ‘Kargo Baca’ untuk mendekatkan buku dengan anak-anak. Di tengah dedikasinya untuk meningkatkan literasi, Edi berharap akses terhadap buku dapat dioptimalkan di setiap daerah dalam upaya menjadikan buku sebagai jendela dunia.