Mahfud Bicara Hukum vs Politik, Menyoroti Konflik Peran

indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Menkopolhukam yang juga cawapres nomor urut 3, Mahfud Md, memberikan kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut). Dalam kesempatan tersebut, ia membahas tentang hubungan antara hukum dan politik.

Mahfud, salah satu pakar hukum terkemuka di Indonesia, membahas mengenai hubungan antara hukum dan politik dalam sebuah ceramahnya. Dia ingin menjelaskan perbedaan antara politik hukum dan politisasi hukum kepada masyarakat.

“Saudara, hari ini saya akan menyampaikan kuliah sebagai akademisi. Saya akan berfokus pada demokrasi yang sehat saja. Mari saya hanya memiliki 2 slide. Terkait dengan hal ini, dulu saya pernah menulis disertasi tentang politik hukum. Orang seringkali tidak memahami perbedaan antara politik hukum dengan politisasi hukum. Keduanya memiliki perbedaan yang signifikan,” ujar Mahfud dalam sambutannya, Senin (15/1/2024).

Mahfud menjelaskan alasan mengapa ia memilih fokus pada politik hukum. Ia merasa cemas karena menurutnya hukum sebagai pengendali utama, tetapi energi politik lebih kuat.

“Saudara, mengapa saya dulu memilih politik hukum. Begini, saya telah belajar hukum tata negara, lulus dengan prestasi yang baik, dan menghafal Undang-Undang Dasar serta nomor-nomor Undang-Undang penting bagi negara. Saya juga menghafal azas-azas hukum perdata pidana,” kata Mahfud.

“Tapi sesudah lulus saya gelisah, katanya hukum itu panglima, hukum itu supreme, pengendali yang paling utama. Tapi ternyata di dalam kehidupan sehari-hari, energi politik lebih kuat,” ujar Mahfud.

Mahfud menyatakan bahwa dia lulus pada tahun 1983 ketika otoritarianisme Orde Baru berada di puncaknya. Menurutnya, setiap hukum dibuat dengan sepihak.

“Setiap kali terjadi pelanggaran hukum yang melibatkan kepentingan pejabat, hal itu cenderung dilindungi atau dicari satu korban. Banyak contohnya, seperti kasus korupsi pertama kali di Bulog, di mana semua aturan hukum dipertunjukkan. Sehingga saya merasa kecewa, mengapa negara ini masih kalah dalam menyikapi kasus-kasus tersebut dalam konteks politik,” ungkap Mahfud.

READ  Poltracking Rilis Prakiraan Kursi DPR 2024-2029: PDIP Melorot, Golkar Menguat

Mahfud tertarik untuk mengetahui apa itu ilmu politik. Dia kemudian menceritakan bahwa ia mengambil studi S2 tentang ilmu politik. Ia memiliki alasan kuat untuk melakukannya, yaitu ingin menjawab pertanyaan mengapa hukum seringkali kalah dalam dunia politik, serta mencari cara untuk memenangkannya.

“Sehingga hasilnya hukum itu kalah dengan politik karena hukum itu adalah produk politik. Hukum dalam arti aturan itu semuanya dibuat oleh politik, Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, peraturan pemerintah, politik yang memutuskan, keputusan presiden, gubernur, sampai peraturan terbawah, itu politik semua yang membuat hukum itu. Tidak ada hukum yang lahir sendiri tanpa proses politik. Sehingga proses politiknya sangat menentukan,” bebernya.

Mahfud menyampaikan pendapatnya bahwa hukum seringkali dipengaruhi oleh faktor politik. Menurutnya, jika sistem politik yang berjalan memiliki sifat otoriter, maka hukum yang diterapkan cenderung konservatif atau ortodoks.

“Nah saudara, saya menyorot satu hal hari ini. Hukum adalah produk politik dengan asumsi hukum itu warna dan penegakannya tergantung pada konfigurasi politiknya. jika politiknya demokratis, maka hukumnya pasti responsif. Jika politiknya otoriter, atau sekarang bisa oligarki, pasti hukumnya konservatif, ortodoks,” ungkapnya.

Kesimpulan

Melalui kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Mahfud Md, Menkopolhukam dan cawapres nomor urut 3, membahas tentang hubungan antara hukum dan politik. Ia menyoroti perbedaan antara politik hukum dan politisasi hukum, serta mengungkapkan kegelisahannya terhadap energi politik yang lebih kuat dibandingkan hukum. Mahfud juga menyatakan bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor politik, di mana sistem politik yang berjalan dapat mempengaruhi sifat dan penegakan hukum. Dengan demikian, hukum merupakan produk politik yang responsif terhadap konfigurasi politik yang ada.