Orang Indonesia Mulai Gemar Menabung, Ini Faktanya!

indotim.net (Minggu, 10 Maret 2024) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan tingginya minat masyarakat Indonesia dalam menabung pada kuartal I 2024. Analisis tersebut didasarkan pada Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SPBO) yang melibatkan 100 bank sebagai responden.

Dari segi penghimpunan dana, para responden memperkirakan bahwa di kuartal I 2024, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya aktivitas ekonomi, perolehan dana bank yang meningkat untuk mendukung pertumbuhan kredit, dan aliran dana dari pemerintah ke bank daerah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh pada Desember 2023, terungkap bahwa 100 bank terbesar di Indonesia memiliki porsi aset mencapai 97,05% dari total aset bank umum. Menurut hasil survei, optimisme di sektor perbankan tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) pada kuartal I-2024 yang mencapai angka 56 (zona optimis).

Optimisme ini dipicu oleh harapan akan peningkatan peran intermediasi perbankan yang sejalan dengan kemampuan perbankan dalam mengelola risiko, meskipun dihadapkan pada kondisi makroekonomi global yang cenderung tidak stabil.

SBPO juga menyatakan bahwa seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tangguh hingga tahun 2024, kinerja sektor perbankan di Indonesia diperkirakan akan tetap stabil dan bahkan meningkat.

Ketidakpastian kondisi makroekonomi global berdampak pada Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) di kuartal I-2024 yang masih menunjukkan tingkat pesimis, mencapai 47. Hal ini terutama disebabkan oleh proyeksi melemahnya nilai tukar dan peningkatan inflasi. Meskipun demikian, terdapat perbaikan pada IKM yang naik menjadi 47 dari sebelumnya 43 pada kuartal IV 2023.

Menurut pernyataan terbaru, optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mendorong masyarakat untuk semakin banyak menabung. Faktor perbaikan ini dipicu oleh perkiraan pertumbuhan PDB yang lebih tinggi, dengan keyakinan bahwa konsumsi masyarakat akan menjadi pendorong utama pertumbuhan. Hal ini terjadi seiring dengan perayaan Hari Raya Imlek dan Bulan Ramadan pada kuartal I 2024, serta proyeksi peningkatan pengeluaran pemerintah terkait Pemilu 2024 pada bulan Februari 2024,” demikian yang tertulis dalam kutipan Minggu (10/3/2024).

READ  Usulan Israel: Gencatan Senjata di Gaza selama 2 Bulan, Jika Sandera Dibebaskan

Walau kondisi makroekonomi tidak begitu menguntungkan, sebagian besar responden meyakini bahwa risiko perbankan pada kuartal I 2024 masih terjaga dan dapat dikendalikan. Indeks Persepsi Risiko (IPR) mencapai angka 53 (menunjukkan zona keyakinan bahwa risiko cukup terkelola dengan baik), sejalan dengan keyakinan akan stabilitas risiko kredit dan risiko pasar.

Responden meyakini bahwa kualitas kredit tetap baik, PDN pada level rendah dan berada pada posisi long, dan rentabilitas masih akan meningkat seiring dengan kenaikan penyaluran kredit.

Selanjutnya, risiko likuiditas juga diperkirakan masih terjaga stabil dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Ekspektasi terhadap kinerja perbankan pada kuartal I 2024 juga cukup optimis dengan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) sebesar 68. Optimisme terkait kinerja perbankan dipicu oleh keyakinan bahwa sumber pendanaan (DPK) akan terus mendukung peningkatan dalam penyaluran kredit yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan laba dan modal perbankan.

Optimisme kenaikan pertumbuhan kredit pada kuartal I 2024 didorong ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik yang masih cukup baik, meningkatnya konsumsi pada bulan Ramadhan, event penyelenggaraan Pemilu 2024, dan masih terjaganya daya beli masyarakat.

Dari segi penghimpunan dana, responden memprediksi bahwa pada kuartal I 2024, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami pertumbuhan yang signifikan seiring dengan membaiknya aktivitas ekonomi, upaya bank dalam mendapatkan sumber dana untuk mendukung pertumbuhan kredit, serta adanya infus dana dari pemerintah ke bank-bank daerah.

Pada acara SBPO, OJK juga mengumpulkan informasi terkait proyeksi ekonomi global dan Indonesia pada Tahun 2024. Proyeksi ekonomi global tahun 2024 diperkirakan akan melambat karena ketidakpastian global akibat konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang berdampak pada kenaikan harga energi dan pangan.

Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok juga turut menyebabkan harga komoditas terus mengalami penurunan. Kemudian, potensi inflasi global yang masih cukup tinggi bisa membuat The Fed tidak segera menurunkan suku bunga, namun cenderung melakukannya secara bertahap.

READ  Nikmati Keuntungan Program Makan Siang Gratis Tahun 2025, Jangan Lewatkan!

Di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat perlambatan, ekonomi Indonesia diprediksi tetap kokoh pada tahun 2024. Hal ini didukung oleh konsumsi masyarakat yang stabil sejalan dengan tingkat inflasi yang masih terkendali, peningkatan konsumsi dari pemerintah yang dipicu oleh Pemilu 2024, serta pertumbuhan investasi yang terus meningkat seiring berlangsungnya proyek pembangunan beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN).

Meskipun demikian, hasil survei juga menunjukkan bahwa likuiditas perbankan diperkirakan akan tetap mencukupi pada tahun 2024. Hal ini didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap positif, serta kebijakan moneter yang masih cenderung mendukung dengan perkiraan penurunan sedikit suku bunga acuan.

Di samping itu, apabila spekulasi mengenai potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed terjadi menjelang akhir kuartal II-2024 terbukti benar, diperkirakan akan terjadi arus masuk modal dari investor asing ke pasar keuangan domestik melalui berbagai instrumen investasi.

SBPO

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara rutin mengadakan Survei Perbankan Berbasis Opini (SBPO) setiap kuartal untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai kondisi industri perbankan, proyeksi perekonomian, persepsi risiko perbankan, serta tren bisnis perbankan yang diharapkan dalam kuartal mendatang.

Hasil yang dihasilkan oleh SBPO adalah Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP), yang merupakan indeks komposit yang mencerminkan persepsi dengan rentang nilai 1 hingga 100. Ketika indeks > 50, itu menunjukkan persepsi yang optimis, indeks = 50 menunjukkan persepsi yang stabil, dan indeks < 50 menunjukkan persepsi yang pesimis. IBP terdiri dari tiga subindeks, yaitu Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM), Indeks Persepsi Risiko (IPR), dan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK).

Di samping ketiga indeks tersebut, SBPO juga menyajikan informasi terbaru yang sedang menjadi perbincangan hangat dalam dunia perbankan dan faktor-faktor yang dianggap berpotensi memengaruhi kinerja industri perbankan.

READ  Jokowi dan Presiden Vietnam Bahas Industri Digital dan Mobil Listrik

Secara historis, hasil survei SBPO sangat akurat dalam memprediksi arah berbagai indikator makroekonomi dan sektor perbankan di Indonesia.