indotim.net (Rabu, 17 Januari 2024) – Data resmi yang dirilis pada Rabu (17/01) menunjukkan bahwa populasi China mengalami penurunan selama dua tahun berturut-turut.
Ekonomi China dilaporkan mengalami peningkatan sedikit pada kuartal keempat tahun 2023, memberikan peluang bagi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan setelah gagal mencapainya tahun lalu. Namun, pertumbuhan tersebut merupakan yang terlambat dalam 30 tahun terakhir bagi China.
Demografi Cina
Penurunan angka kelahiran dan gelombang kematian akibat Covid-19 telah mempercepat penurunan populasi yang diproyeksikan akan berdampak dalam jangka panjang pada potensi pertumbuhan ekonomi di China.
“Pada akhir tahun 2023, populasi nasional mencapai 1.409,67 juta… turun 2,08 juta jika dibandingkan dengan populasi di akhir tahun 2022,” kata Biro Statistik Nasional Beijing, Rabu (17/01).
“Di tahun 2023, jumlah kelahiran berada di angka 9,02 juta dengan tingkat kelahiran 6,39 per seribu,” ungkap narasumber.
Kinerja ekonomi China
Produk Domestik Bruto (PDB) China mengalami peningkatan sebesar 5,2% pada periode Oktober hingga Desember dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Cina pada tahun 2023 mengalami peningkatan yang kecil dibandingkan dengan PDB tahun 2022 yang hanya mencapai 3%. Hal ini disebabkan oleh adanya pembatasan kesehatan yang ketat dan penerapan karantina nasional guna menekan kasus Covid-19 yang menghambat kegiatan bisnis.
Namun, jumlah ini merupakan angka pertumbuhan terendah sejak tahun 1990, tidak termasuk tahun saat mengalami pandemi.
Setelah penanganan Covid-19 dicabut, pemerintah Beijing telah menetapkan target pertumbuhan “sebesar 5%” untuk tahun 2023.
Namun, terdapat indikasi bahwa pemulihan ekonomi di China tidak merata.
Nilai perdagangan bulan Desember 2023, yang diunggah awal bulan Januari 2024, menunjukkan pertumbuhan ekspor yang hanya sedikit dalam dua bulan berturut-turut. Hal serupa juga terjadi pada nilai jumlah impor.
Namun, sebagai dampak dari tekanan deflasi yang berlarut-larut, harga-harga konsumen di China mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut.
Dalam Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) pada hari Selasa (16/01), Perdana Menteri China Li Qiang mengklaim bahwa negaranya telah mencapai target ekonomi tanpa menggunakan “stimulus yang masif”.
Kabar terbaru menyatakan bahwa populasi di China terus mengalami penurunan pasca pandemi COVID-19. Meskipun pada awalnya China memiliki “dasar yang baik dan solid dalam perkembangan jangka panjang,” gejolak yang disebabkan oleh pandemi telah berdampak signifikan terhadap tren ekonomi positif negara ini.
Sementara itu, para pejabat Cina dijadwalkan untuk merilis target mereka untuk tahun ini pada Maret mendatang.
Hanya saja, pada tahun 2024, Cina masih dihadapkan pada tantangan sulit berupa penurunan nilai properti dan kepercayaan konsumen yang rendah.
Berdasarkan berbagai sumber berita seperti Reuters, AP, dan AFP, populasi di China terus mengalami penyusutan setelah pandemi COVID-19. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan di negara tersebut.
Pasca pandemi COVID-19 yang melanda dunia, populasi di China terus mengalami penurunan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah China dalam upaya menjaga stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi negara.
Faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi adalah kebijakan pembatasan jumlah anak yang dianjurkan pemerintah China sejak tahun 1979. Kebijakan tersebut dikenal dengan sebutan kebijakan satu anak.
Beberapa tahun terakhir, pemerintah China mulai mengubah kebijakan tersebut dengan memperbolehkan pasangan memiliki dua anak. Namun, langkah tersebut tidak mampu mendorong pertumbuhan populasi secara signifikan.
Selain itu, faktor pendorong lainnya adalah rendahnya tingkat kelahiran dan meningkatnya tingkat urbanisasi. Banyak pasangan di kota-kota besar China yang memilih untuk tidak memiliki anak atau hanya memiliki satu anak untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
Penurunan populasi ini membawa dampak serius bagi negara China. Pasalnya, dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit, hal ini berpotensi menurunkan kontribusi tenaga kerja dalam pembangunan ekonomi dan menyebabkan ketimpangan dalam struktur demografi.
Pemerintah China telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan insentif kepada pasangan yang memiliki anak lebih dari dua. Namun, hingga saat ini, upaya tersebut belum mendapatkan hasil yang signifikan.
Berdasarkan data statistik terkini, populasi China diperkirakan akan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang. Tantangan ini menjadi fokus perhatian pemerintah China untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan.