indotim.net (Minggu, 03 Maret 2024) – Iptu Made Ambo menghidupkan kembali tradisi memeras pati dari batang pohon sagu secara tradisional, atau biasa disebut menokok, yang sudah mulai ditinggalkan di kota, terutama di Jayapura, Papua. Kini, semakin banyak anak muda dan masyarakat yang tertarik untuk ikut serta dalam praktik menokok ini.
Selain itu, Iptu Made Ambo juga terus melakukan upaya pelestarian budaya menokok sagu di Papua. Dengan kesabaran dan keuletannya, ia berhasil mendapatkan kepercayaan masyarakat setempat.
Salah satu yang membagikan kisah Iptu Made Ambo adalah Levina Wandi (62). Dia bersama dengan Iptu Made Ambo kembali mengaktifkan budaya menokok.
Levina memiliki pohon sagu di sekitar rumahnya. Sebelum dibantu oleh Iptu Made Ambo, pohon sagu yang dimilikinya langsung dijual, tanpa diolah terlebih dahulu.
Levina mengakui bahwa sulit menemukan anak muda atau orang yang bersedia membantu dalam proses nokok. Menurutnya, masyarakat kota tidak memiliki minat yang cukup untuk melibatkan diri dalam kegiatan nokok tersebut.
Menurut Iptu Made Ambo, tantangan dalam melestarikan budaya menokok sagu di Papua tidaklah mudah. Ia menyatakan, “Tidak ada (yang mau nokok). Karena orang di sini, aduh, jarang kalau mau cari orang (yang mau diajak). Kalau di kampung, sudah siap orang-orang, langsung ajak, langsung tebang. Kalau di sini harus cari-cari orang, karena orang-orang kota, jadi susah,” ketika dihubungi pada Kamis (29/2/2024).
Iptu Made Ambo dan rekan polisi lainnya turut serta dalam kegiatan menokok. Mereka tidak hanya ikut serta secara langsung, tetapi juga mengajak partisipasi masyarakat sekitar. Dampaknya, Mama Levina kini lebih mudah menemukan sukarelawan yang bersedia membantu dalam proses penokokan sagu.
“Iya mencari orang untuk lakukan seperti itu jadi mudah. Kita bisa jual, bagi-bagi tetangga. Ada lagi ini sudah berbunga mau kita tebang lagi,” katanya.
Kegiatan itu juga turut membantu perekonomian masyarakat setempat. Sagu yang dihasilkan dari proses menokok dapat dijual dengan harga Rp 300 ribu per karung.
“Penjualan satu karung Rp 300 ribu, ukuran karung beras 20 kg. Kemarin kita hasilkan sagu sekitar 20 karung. Karena sagunya padat, kita dapat banyak,” katanya.
Menghidupkan Kembali Budaya Nokok
Beberapa waktu lalu, Iptu Made Ambo berbagi pandangan tentang upaya mempertahankan budaya nokok di Jayapura yang mulai tergerus. Menurutnya, penting untuk terus melestarikan tradisi ini agar tidak hilang ditelan arus perkembangan zaman.
“Selama ini kan sagu itu di Jayapura sudah jarang ada yang peduli. Hutan-hutan sagu juga banyak beralih fungsi. Kita ingin membuat masyarakat Papua sadar bahwa budaya sagu masih ada. Makan sagu ini masih ada, jangan sampai dilupakan. Ini salah satu ciri bahwa kita adalah orang Papua,” ujar Iptu Made Ambo.
Saat menjabat Kapolsek Depapre pada tahun 2021, Iptu Made mulai mengajak para ibu untuk menokok. Kegiatan menokok sagu ini dilanjutkan oleh Iptu Made ketika beliau menjabat Ps Kasat Binmas Polres Jayapura sejak tahun 2022. Untuk tetap menjaga keberlangsungan budaya menokok, Iptu Made melibatkan anggota kepolisian yang baru lulus dari Sekolah Polisi Negara (SPN) dalam proses menokok sagu.
“Saya juga ajari bintara yang baru lulus SPN dan akan bertugas. Tidak hanya nokok sagu saja, adik-adik (polisi) kita juga dapat pelatihan life skills lainnya, seperti membuat pakan ternak babi dari batang pohon pisang, membuat pupuk organik dari daun kelor dan daun, obat hama dari rendaman kulit bawang dan tembakau yang bisa didapat dari sisa puntung rokok,” jelas Iptu Made Ambo.
“Saya menemukan ramuan untuk pertanian ya coba-coba sendiri, juga belajar di internet. Kalau itu saya coba berkali-kali berhasil, saya beritahu ke masyarakat. Karena pengalaman saya, masyarakat yang bertani atau berladang selalu keluhannya harga pupuk mahal, harga insektisida mahal,” sambung dia.
Made Ambo melanjutkan, “Oleh karena itu, saya berpikir, kenapa tidak kita pakai sumber daya alam yang ada di sini sebaik-baiknya? Mulai dari tanah, mulai dari lingkungan, mulai dari alam yang ada di sekitar kita. Sehingga saya mencoba membuat kompos sagu yang di-setiap rumah itu nantinya tidak hanya tergantung pada pupuk komersil, namun juga pupuk alami yang terbuat dari sagu.”
Selanjutnya, polisi harus dekat dengan masyarakat.
Nokok Mendekatkan Polisi dengan Masyarakat
Iptu Made Ambo dengan sengaja membekali pengetahuan kemasyarakatan kepada rekan-rekannya di Kepolisian yang baru menjabat di tanah Papua. Baginya, dampak negatif terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat akan berkurang secara alami jika polisi aktif bersinggungan dengan warga setempat.
“Saya ingin kehadiran polisi di tengah masyarakat Papua memberi arti, membantu mereka. Prinsip saya memudahkan hidupnya orang, itu bahagia banget,” sebut Iptu Made Ambo.
Iptu Made Ambo, seorang anggota Kepolisian Sektor Abepura, Jayapura, Papua, telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan budaya menokok sagu di tengah masyarakat Papua. Dengan keyakinan bahwa kehadiran polisi seharusnya memberi manfaat langsung kepada masyarakat, Iptu Made Ambo mencoba mendekatkan diri dan turut serta dalam menjaga keberlangsungan tradisi menokok sagu yang merupakan bagian penting dari identitas budaya orang Papua.
Kepolisian dan warga telah menanam pohon-pohon sagu di hutan lindung. Penanaman pohon-pohon sagu ini berawal dari usulan dirinya kepada Kapolres Jayapura AKBP Fredrickus WA Maclarimboen untuk menghijaukan kembali hutan lindung Gunung Cyclops.
“Tahun 2019, banjir bandang di Jayapura, besar-besaran itu salah satunya karena beralihnya fungsi hutan itu kan. Hutan penyangga di bawah Gunung Cyclops rusak. Ditambah banyak juga masyarakat yang punya kebiasaan nomaden, berkebun dengan nomaden, babat hutan sini, hutan sana,” jelas Iptu Made Ambo terkait gerakan penghijauan kembali hutan lindung sekitar Gunung Cyclops untuk mencegah banjir bandang.
Kisah perjuangan Iptu Made Ambo dalam melestarikan budaya menokok sagu di Papua patut diapresiasi. Beliau berbagi pengalaman, “Kami flashback tentang banjir bandang Sentani, sangat mengerikan korbannya waktu itu. Makanya kami bilang kepada Bapak Kapolres, ‘Komandan ini kalau kita nggak ambil tindakan, nggak akan ada yang berbuat. Kita harus menjadi pelopor’.”
Pak Kapolres merespons dengan baik, “Ayo Bli, kita mainkan”. Bersama-sama, mereka berinisiatif untuk mengambil tindakan. “Jadi kami meminta bibit ke Dinas Pertanian. Lalu Pak Kapolres muncul ide tanam saja pohon-pohon sagu,” lanjut Iptu Made Ambo.