Begini Penampakan Ramadan 2024!

indotim.net (Jumat, 01 Maret 2024) – Dua lelaki paruh baya keluar masjid bersama setelah menunaikan Salat Isyak berjamaah. Seperti biasa, usai ibadah mereka berbincang sejenak sebelum pulang ke rumah masing-masing. Lelaki berpeci hitam menyampaikan rencana-rencana spesialnya untuk Ramadan 2024. Sementara itu, lelaki berkopiah putih pun tak kalah, ia sudah siap dengan agenda ibadahnya sejak awal bulan suci mulai.

Perbincangan terus berlanjut mengenai tanggal 1 Ramadan 1445 H/2024 M. Seorang pria dengan peci hitam mengatakan bahwa menurut kalender rumahnya, 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024. Namun, seorang pria berkopiah putih menyela, mengingat bahwa menurut kalendernya, 1 Ramadan 1445 H justru jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024. Mengapa terjadi perbedaan untuk tanggal 1 Ramadan 1445 H? Kedua pria itu saling memandang dengan raut bingung.

Keduanya merasa ada yang tidak beres dan sepakat melanjutkan perbincangan pada malam berikutnya. Agar lebih valid, mereka membawa kalender masing-masing yang terpasang di rumah saat bertemu kembali di teras masjid dengan membawa dua kalender versi berbeda. Mereka membuka kalender bulan Maret 2024 yang sesuai dengan Ramadan 1445 H.

Bapak berpeci hitam menunjukkan hari Senin yang dimaksud sebagai 1 Ramadan 1445 H, sesuai informasi malam sebelumnya pada tanggal 11 Maret 2024 M. Kemudian, gantian bapak berkopiah putih memeriksa kalendernya dengan seksama. Benar adanya, 1 Ramadan 1445 H jatuh pada kotak tanggal 12 Maret 2024 M. Namun, ketika bapak berkopiah putih melihat kalender miliknya untuk tanggal 11 Maret 2024 M, ternyata yang tertera adalah tanggal 30 Syakban bukan 1 Ramadan.

Perhatian bergeser pada tanggal 10 Maret 2024 di kedua kalender yang menunjukkan tanggal yang sama, yaitu 29 Syakban 1445 H. Kedua belah pihak sepakat untuk meminta bantuan pihak ketiga guna menjelaskan perbedaan awal Ramadan 1445 H. Rencananya, mereka akan mengunjungi ulama ahli Falak, yang memang terkenal karena keahliannya dalam penanggalan.

READ  Ramainya Pasar Koja Baru Menjelang Ramadan

Benar, keesokan harinya bapak berpeci hitam dan bapak berkopiah putih menemui ulama ahli falak. Di awal penjelasan, ulama yang dikenal santun dan bersahaja itu mengajak untuk memperhatikan bagian bawah kalender atau di bagian belakang kalender masing-masing. Di sana terdapat informasi kondisi hilal pada 29 Syakban 1445 H.

Ada apa dengan hilal? Hilal atau bulan sabit tipis di ufuk barat setelah tanggal 29 dalam kalender hijriah menjadi penanda dimulainya bulan baru.

Ulama tersebut melanjutkan dengan mengajak kedua bapak-bapak untuk memperhatikan posisi dan ketinggian hilal pada akhir 29 Syakban 1445 H. Kalender yang dipegang oleh bapak yang memakai kopiah putih memiliki titik acuan di Kota Semarang dengan koordinat -60 59′ 4,42″ Lintang Selatan dan 1100 26′ 47,72″ Bujur Timur. Di sana disebutkan tinggi hilal berada pada ketinggian 00 22′ 45,27″ di atas ufuk, dengan elongasi (sudut antara matahari dan bulan) sebesar 20 26′ 44,35″. Juga dijelaskan bahwa hilal tampak di atas ufuk selama 24 menit 27 detik setelah matahari terbenam pada pukul lima kurang 54 menit dan 47 detik (17:54:47 WIB).

Sebagai orang awam, kedua bapak-bapak itu lanjut meminta penjelasan tentang beda awal Ramadan 1445 H. Hilal yang dijadikan acuan sama, dengan data dan kondisi hilal yang sama pula, kenapa berbeda? Ulama tadi lanjut memberikan penjelasan dengan hati-hati. Di kalender yang dipegang bapak berpeci hitam, mengacu pada ketentuan dan kriteria bahwa tanggal satu bulan baru manakala hilal setelah matahari terbenam pada 29 bulan sebelumnya sudah berada di atas ufuk, lebih dari 0 derajat.

Sementara kalender yang dipegang bapak berkopiah putih, memiliki acuan ketentuan dan kriteria bahwa tanggal satu bulan baru berdasarkan keberhasilan hilal diamati. Adapun angka ketinggian 00 22′ 45,27″ termasuk kategori mustahil untuk hilal teramati. Kriteria agar hilal bisa teramati (imkanur ru’yah) setelah matahari terbenam pada akhir tanggal 29 kalender hijriah, di kalender bapak berkopiah putih, mengikuti kriteria baru MABIMS, kesepakatan bersama perwakilan menteri urusan agama dari Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura. Kriteria baru MABIMS menyebutkan bahwa hilal yang dijadikan acuan tanggal satu pada kalender Hijriah manakala pada ketinggian minimal tiga derajat dengan nilai sudut elongasi 6,4 derajat.

READ  Pasokan Ikan Lebih Menjanjikan Menyambut Ramadan

Ulama tadi lanjut memberikan tambahan informasi. Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam penentuan tanggal satu Ramadan berkenaan dengan konsep wilayatul hukmi (keberlakuan hukum di wilayah tertentu). Umat Islam di seluruh Indonesia mengikuti dan berpegangan pada peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Atas dasar tersebut, posisi hilal di seluruh wilayah hukum Indonesia dijadikan pertimbangan dalam penetapan awal bulan Ramadan.

Dapat dipastikan bahwa perbedaan awal Ramadan di tahun 2024 kemungkinan besar akan terjadi. Hal ini menjadi perhatian utama mengingat Indonesia merentang dari Timur hingga Barat dengan tiga zona waktu yang berbeda. Variasi ketinggian dan posisi hilal dapat terjadi mulai dari ujung Sabang hingga Merauke, dari di bawah ufuk hingga di atas ufuk, serta dari yang tidak memenuhi kriteria imkanur ru’yah hingga yang melebihi. Dalam konsep wilayatul hukmi, satu daerah yang telah memenuhi syarat dapat menjadi acuan bagi daerah lain meskipun tidak memenuhi kriteria yang sama.

Menurut informasi yang terdapat di portal kementerian agama kemenag.go.id (19/2), pengamatan ru’yah hilal akan dilakukan pada Minggu, 29 Syakban 1445 H. Saat matahari terbenam, tinggi hilal berkisar antara -0°20′ 1,2″ hingga 0°52′ 5,4″, dengan sudut elongasi antara 2°14′ 46,8″ hingga 2°41′ 50,4″.

Ulama yang mendampingi bapak berpeci hitam dan bapak berkopiah putih mengingatkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Agama akan menggelar sidang isbat menetapkan awal Ramadan 1445 H pada Minggu malam, 10 Maret 2024. Sidang isbat ini memiliki peranan penting dalam memberikan rasa nyaman dan ketenangan bagi umat Islam yang akan menjalankan ibadah puasa.

Jika nantinya penetapan yang dihasilkan oleh pemerintah berbeda dengan kalender yang dipercayai dan digunakan di rumah, pihak pemerintah memperbolehkan umat beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

READ  Tips Menjaga Kesehatan dan Pola Makan saat Puasa Ramadan

Sebagai dosen Hukum Islam dan Ketua Program Studi Ilmu Falak di Fakultas Syari’ah & Hukum UIN Walisongo Semarang, Ahmad Munif menyampaikan pandangannya terkait awal Ramadan 2024 yang mungkin akan berbeda dari sebelumnya.