indotim.net (Sabtu, 09 Maret 2024) – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, memberikan tanggapan terkait rencana undang-undang yang akan menghentikan operasional TikTok. Biden menyatakan bahwa jika RUU tersebut disetujui, ia siap untuk menandatangani dokumen aturan tersebut.
“Jika mereka menyetujuinya, saya akan menandatanganinya,” ungkap Biden seperti dilansir oleh CBSNews pada Sabtu (9/3/2024).
RUU tersebut dikenal sebagai Undang-Undang Perlindungan Aplikasi dari Kontrol Musuh Asing. Dalam aturan itu pemilik TikTok, ByteDance dihadapkan dengan dua pilihan, yakni menjual aset TikTok dalam waktu enam bulan ke AS atau dilarang operasinya sama sekali di AS.
Pimpinan DPR Amerika Serikat, Steve Scalise, mengungkapkan rencana untuk melakukan pemungutan suara terkait larangan penggunaan TikTok pada minggu depan. Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut dipandang krusial dalam menjaga keamanan negara.
Langkah cepat diambil oleh anggota parlemen di DPR AS terkait undang-undang tersebut, yang diumumkan pada Selasa dan diajukan ke Komite Energi dan Perdagangan DPR pada Kamis pekan lalu.
Departemen Kehakiman AS juga mendukung keputusan tersebut dan menjelaskan risiko yang timbul akibat keberadaan TikTok, termasuk kekhawatiran akan kemungkinan bocornya data pribadi warga AS yang bisa diakses oleh pemerintah China.
Pemerintah AS mendekati langkah larangan TikTok dengan memberikan opsi terhadap ByteDance. RUU yang sedang dipertimbangkan akan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk memaksa ByteDance melakukan divestasi.
Kesimpulan
Presiden Joe Biden menyatakan kesiapannya untuk menandatangani undang-undang yang akan melarang operasional TikTok di Amerika Serikat. Rencana undang-undang tersebut, yang dikenal sebagai Undang-Undang Perlindungan Aplikasi dari Kontrol Musuh Asing, menuntut ByteDance untuk menjual aset TikTok ke AS dalam enam bulan atau menghadapi larangan operasional. Langkah ini diambil untuk menjaga keamanan negara dengan departemen kehakiman AS juga mendukung keputusan tersebut terkait kekhawatiran akan kemungkinan bocornya data pribadi warga AS yang bisa diakses oleh pemerintah China.