Anggota Komisi III DPR Menguatkan Usul Pengganti Firli Melalui Pansel yang Kompeten

indotim.net (Selasa, 16 Januari 2024) – Golkar Supriansa mengusulkan proses pergantian pengisian kekosongan pimpinan KPK melalui panitia seleksi (Pansel). Alasannya, nama-nama calon pengganti yang tidak terpilih saat fit and proper test 2019 lalu sudah kadaluarsa.

Komisi III DPR berharap agar proses pengisian kekosongan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat dilakukan melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU KPK. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi III DPR, Supriansa, dalam keterangan yang diterima pada Selasa (16/1/2024).

Supriansa menyatakan bahwa calon pengganti yang tengah dipertimbangkan saat ini, yaitu mereka yang tidak terpilih saat seleksi fit and proper test pada tahun 2019, sudah melewati batas waktu yang ditentukan.

Supriansa mengungkapkan bahwa putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tidak memberikan penjelasan tentang status calon Pimpinan KPK yang tidak terpilih di DPR RI pada 13 September 2019. Menurutnya, yang dijelaskan hanya mengenai perpanjangan masa jabatan hingga Desember 2024.

“Dalam putusan MK tersebut hanya menjelaskan mengenai status pimpinan KPK yang saat ini menjabat. Seharusnya masa jabatan mereka yang berakhir pada tanggal 20 Desember 2023, disesuaikan menjadi 5 tahun dan berakhir pada 20 Desember 2024,” kata anggota Komisi III DPR.

Dalam hal ini, anggota Komisi III DPR menegaskan bahwa penggantian Firli Bahuri, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus melalui proses yang ditetapkan oleh panitia seleksi (pansel). Dia menekankan bahwa saat calon tidak terpilih mengikuti proses pemilihan, masa jabatannya berlaku hanya selama empat tahun, yaitu dari tahun 2019 hingga 2023. Hal ini sebagaimana tercantum dalam laporan resmi Komisi III DPR RI mengenai proses pemilihan dan penetapan calon Pimpinan KPK Masa Jabatan 2019-2023, yang dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 17 September 2019.

READ  Dewan Pengawas Bantah Lamban Tangani Etika di KPK, dengan Membandingkan Kasus Firli di Polda

“Karena tidak ada penjelasan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang status mereka, maka dengan penalaran yang wajar terhadap para calon yang tidak terpilih ini tidak bisa diberlakukan ketentuan Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2019. Dan dengan sendirinya, mereka tidak bisa dipilih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan menggantikan Firli Bahuri,” tegasnya.

Mengenai hal itu, anggota Komisi III DPR memandang penting agar proses pemilihan pengganti Firli dilakukan melalui seleksi yang ditentukan oleh pansel.

“Untuk mengisi kekosongan satu pimpinan KPK menurut kami harus melalui pembentukan panitia seleksi sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK. Namun, mengingat waktu yang tidak terlalu panjang posisi tersebut bisa dikosongkan karena kami menilai sebenarnya pimpinan KPK yang ada saat ini masih bisa menjalankan tugas,” ucapnya.

Diketahui, Firli Bahuri telah diberhentikan sebagai Ketua KPK sejak 28 Desember 2023. Firli dicopot usai ditetapkan tersangka kasus pemerasan kepada Syahrul Yasin Limpo serta mendapatkan sanksi etik berat dari Dewas KPK.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini diisi oleh empat orang, padahal menurut aturan, pimpinan KPK seharusnya terdiri dari lima orang. Namun, untuk sementara waktu, jabatan Ketua KPK dipegang oleh Nawawi Pomolango.

Kesimpulan

Golkar memberikan usulan penggantian pimpinan KPK melalui panitia seleksi (Pansel) karena calon pengganti yang tidak terpilih pada seleksi fit and proper test tahun 2019 dianggap sudah melewati batas waktu yang ditentukan. Anggota Komisi III DPR juga menegaskan bahwa penggantian Firli Bahuri harus melalui proses yang ditetapkan oleh pansel sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) UU KPK. Namun, mereka menganggap bahwa jabatan pimpinan KPK saat ini masih bisa dijalankan, sehingga proses pemilihan pengganti tidak harus segera dilakukan.

READ  Tolak Usulan Denny Indrayana, MK Menolak Syarat Usia Capres-Cawapres