Pengusaha Timah Babel: Produksi Terhenti, Ekspor Menurun

indotim.net (Selasa, 05 Maret 2024) – Pengusaha pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghadapi masa sulit, dengan produksi dan ekspor merosot tajam. Data menunjukkan penurunan ekspor pada Januari 2024 mencapai 82,55%, hanya sebesar US$ 29,79 juta dolar dibandingkan dengan Desember 2023 yang mencapai US$ 170,64 juta.

Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), terjadi penurunan nilai ekspor Babel karena absennya ekspor timah sepanjang bulan Januari 2024. Timah telah lama menjadi komoditas unggulan dalam ekspor Babel.

Sementara ekspor nontimah Babel tercatat naik 15,74% yakni mencapai US$ 29,79 juta yang disumbang dari komoditas lemak, minyak hewan, dan minyak nabati.

Dampak menurunnya ekspor timah terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat mengkhawatirkan, terutama pada pertumbuhan ekonomi Babel tahun 2023 yang hanya mencapai 4,38%, turun dari sebelumnya 4,40%. Sektor pertambangan juga mengalami perlambatan signifikan dengan pertumbuhan -1,20% pada tahun yang sama.

Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Eka Mulya Putra, membenarkan bahwa sejak Januari hingga Maret 2024, tidak ada aktivitas ekspor timah dari Bangka Belitung.

Informasi yang disampaikan oleh Eka menunjukkan bahwa, sejak Januari hingga Maret ini, belum ada satupun ekspor timah yang dilakukan.

Eka menyampaikan, jika ekspor timah terhenti, maka hal itu akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Pasalnya, timah merupakan komoditas utama yang telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat Bangka Belitung selama puluhan tahun.

“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Tanpa adanya ekspor dan tanpa adanya perubahan kebijakan atau langkah-langkah cepat yang diambil pemerintah, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan atau pengusaha, tetapi juga masyarakat luas di Babel,” kata sumber tersebut dengan nada prihatin.

READ  Anies Incar Prestasi untuk Raih Posisi di BUMN: Bukan Jaringan yang Menentukan

“Perputaran ekonomi di Bangka Belitung bisa sangat terganggu, daya beli masyarakat terus menurun di tengah situasi harga bahan pokok juga naik, tentunya ini berat sekali,” tambahnya.

Situasi ini semakin memperumit kondisi perekonomian setempat. Banyak pelaku usaha kecil menengah merasakan dampak langsung dari penurunan produksi timah dan ekspor yang terus menurun.

Melansir dari Antara, Kepala BPS Provinsi Kepulauan Babel Toto Haryanto menyampaikan bahwa penurunan ekspor terjadi karena tidak ada kegiatan ekspor timah di bulan Januari 2024. Sementara itu, ekspor komoditas non-timah mencapai US$ 29,79 juta.

“Penurunan volume ekspor disebabkan oleh penurunan ekspor timah hingga 100 persen. Namun, sebaliknya, ekspor komoditas selain timah justru mengalami kenaikan signifikan sebesar 15,74 persen,” ungkapnya.

Dari lima komoditas utama ekspor selain timah, komoditas lemak, minyak hewan, dan nabati masih menjadi yang paling dominan. Pada Januari 2024, nilai ekspor kelompok ini mencapai US$22,48 juta. Terjadi penurunan sebesar 2,55 persen dibandingkan bulan sebelumnya (m-to-m).

“Pada bulan Januari tahun ini, ekspor lemak, minyak hewan, dan nabati menyumbang sebanyak 75,46 persen. Dengan kata lain, komoditas ini menjadi yang paling dominan dalam ekspor selain timah,” ungkapnya.

Pencabutan Izin Ekspor Timah Membuat Industri Terganggu

Eka menjelaskan bahwa berbagai hambatan muncul dalam industri timah di Bangka Belitung. Salah satunya adalah belum adanya persetujuan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) oleh Kementerian ESDM.

“Timah ini, mengapa Januari sampai hari ini nilai ekspornya kecil bahkan dikatakan tidak ada ekspor karena penyebabnya adalah RKAP dari masing-masing perusahaan itu belum dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat yakni Kementerian ESDM,” ungkap Eka.

Situasi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah setempat dan pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut agar produksi dan ekspor timah dapat kembali berjalan dengan lancar.

READ  Menjelaskan Proses dan Prosedur Pemakzulan Jokowi Menurut Konstitusi

Kelanjutan rencana produksi dan ekspor timah di Kepulauan Bangka Belitung terhambat oleh belum disetujuinya Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal ini diduga dipicu oleh pengetatan verifikasi RKAP yang dilakukan oleh Kementerian ESDM.

“Bukan karena tidak bisa diproduksi, melainkan informasi yang kami terima dari Kementerian ESDM adalah saat ini mereka sedang melakukan penelitian dan verifikasi terhadap kelengkapan administrasi. Kementerian ESDM saat ini sangat ketat dan hati-hati dalam merilis RKAP,” tambahnya.

Faktor penyebab kedua dari penurunan ekspor timah terjadi karena kekhawatiran para pelaku usaha terhadap penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan terhadap industri timah. Sebagai hasil dari penyidikan ini, sebagian besar smelter yang dikelola oleh swasta berhenti beroperasi karena 13 orang telah ditahan. Dari jumlah tersebut, 2 tersangka merupakan mantan direksi PT Timah, sedangkan sisanya berasal dari perusahaan smelter yang dikelola oleh swasta.

“Timah merupakan komoditi pertambangan utama di Kepulauan Babel. Dampaknya sangat signifikan terhadap perekonomian daerah,” ungkap Eka.

Menyusul keputusan mendadak untuk menghentikan produksi dan ekspor timah di Kepulauan Bangka Belitung, warga setempat dilanda kekhawatiran akan dampak buruk yang akan terjadi. Pengusaha timah di daerah tersebut terpaksa menyetop operasional mereka, menyebabkan industri ini mengalami penurunan signifikan.

Selain itu, keputusan ini juga menimbulkan ketidakpastian bagi ribuan pekerja yang bergantung pada industri timah untuk mencari nafkah. Banyak dari mereka yang kini merasa cemas akan masa depan mereka yang menjadi taruhan dalam kebijakan yang tiba-tiba ini.

Sementara itu, pemerintah pusat di Jakarta juga belum memberikan komentar resmi terkait langkah drastis yang diambil oleh pengusaha timah di Kepulauan Babel. Masyarakat pun menantikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan di balik penutupan tiba-tiba ini.

READ  Vonis Etik Kasus Pungli Rutan KPK Ditargetkan Rilis di Mitad Februari

Situasi ini semakin diperparah dengan berbagai rumor yang beredar di masyarakat, menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di tengah kondisi ekonomi yang sudah terpuruk akibat pandemi yang belum berakhir.

Di saat yang sama, para aktivis lingkungan pun menyambut langkah ini sebagai langkah positif untuk melindungi lingkungan, meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak lingkungan yang mungkin timbul dari industri timah yang telah lama menjadi tulang punggung ekonomi daerah.

Sementara itu, warga sekitar menuntut kejelasan dari pihak berwenang mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi dari penutupan industri timah ini, sembari berharap agar solusi terbaik dapat segera ditemukan untuk kepentingan bersama.