indotim.net (Sabtu, 02 Maret 2024) – Polisi telah menetapkan 4 tersangka dan 8 Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) dalam kasus bullying siswa SMA internasional di Tangerang Selatan (Tangsel). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini melalui pendekatan diversi.
“Anak yang terlibat dalam konflik hukum harus mendapat bantuan hukum termasuk hak pendidikan. Oleh karena itu, kami mendukung langkah Polres Tangsel dalam menerapkan program diversi sesuai dengan Undang-undang sistem peradilan pidana anak karena ancaman hukumannya di bawah 7 tahun,” ujar Plt Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemeterian PPPA, Atwirlany Ritonga, dalam konferensi pers di Polres Tangsel, Jumat (1/3/2024).
Atwirlany memperjuangkan penerapan aturan tersebut dan pelaksanaan program diversi dengan segera. Ia juga menghimbau agar masyarakat tidak mengungkap identitas anak korban maupun anak yang terlibat konflik hukum (ABH).
“Harapannya, langkah diversi dapat segera dilaksanakan. Kami juga mengimbau kepada masyarakat dan rekan-rekan media agar tidak mengungkapkan kembali identitas anak yang menjadi korban dan anak yang terlibat dalam konflik hukum,” ujar narasumber.
Lantas, apa itu diversi? Bagaimana aturan penggunaannya? Simak informasi di bawah ini.
Apa itu Diversi?
Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dilakukan dengan pendekatan restoratif atau musyawarah.
Menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, musyawarah diversi merupakan cara penyelesaian tindak pidana anak melalui dialog antara semua pihak. Hal ini menjadi pertimbangan penting dalam menyelesaikan perkara pidana dengan mengutamakan keadilan restoratif.
Dialog atau musyawarah adalah sebagai bagian penting dalam proses diversi untuk mencapai keadilan restoratif. Oleh karena itu, keberadaan fasilitator dalam melaksanakan musyawarah diversi sangatlah diperlukan. Fasilitator diversi ini merupakan hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menangani kasus anak yang bersangkutan.
Tujuan Diversi
Dilansir dari situs Kemenkumham Jatim, diversi merupakan fungsi dari pembimbing kemasyarakatan dalam mendampingi Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) dengan tujuan mengalihkan proses penyelesaian perkara anak dari sistem yang panjang dan kaku.
Selain dari upaya penindakan hukum, pemerintah juga mendorong penerapan program diversi dalam penanganan kasus bullying di lingkungan sekolah menengah atas.
Tujuan utama dari diversi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada pelaku bullying dan korban untuk menyelesaikan masalah tanpa melibatkan proses hukum yang berkepanjangan.
- Mewujudkan perdamaian antara korban dan pelaku anak
- Menyelesaikan masalah anak di luar proses peradilan formal
- Mencegah anak dari penjara atau tindakan hukuman berat
- Merangsang partisipasi masyarakat dalam penyelesaian kasus
- Menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak
Syarat Diversi dalam Hukum Pidana Anak
Sebelum menerapkan diversi pada pelaku anak, ada berbagai syarat yang harus dipenuhi. Beberapa syarat tersebut meliputi:
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tindakan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah ditujukan kepada anak-anak yang berusia antara 12 hingga belum genap 18 tahun. Mereka yang terlibat dalam tindakan ini diancam dengan hukuman pidana penjara kurang dari tujuh tahun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perlu dicatat bahwa tindakan bullying yang masuk dalam kategori ini tidak termasuk dalam kasus pengulangan tindak pidana dalam konteks ini.
Tahapan Musyawarah Diversi
Pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2014, dijelaskan mengenai tahapan musyawarah diversi dalam penanganan pidana anak. Adapun tahapan-tahapan yang perlu dilalui dalam proses diversi adalah sebagai berikut:
1. Fasilitator wajib memberikan kesempatan kepada:
- Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan
- Orang tua/wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan
- Korban/anak korban/orang tua/wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan
2. Apabila kesepakatan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka Hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Pidana Anak.
Sebagai langkah preventif, Pemerintah memberikan dukungan dalam menangani kasus bullying di lingkungan sekolah. Salah satu metode yang diperkenalkan adalah diversi, sebuah program yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua kepada pelaku melalui penyelesaian di luar proses hukum formal.
3. Ketika hakim harus membuat keputusan, penting bagi mereka untuk mempertimbangkan hasil dari kesepakatan diversi yang telah disepakati sebelumnya.
4. Apabila dianggap perlu, fasilitator diversi dapat mengundang perwakilan masyarakat atau pihak lain untuk memberikan informasi yang mendukung proses penyelesaian, atau mengadakan pertemuan terpisah (Kaukus). Kaukus merupakan pertemuan terpisah antara fasilitator diversi dengan salah satu pihak yang diakui oleh pihak lain.