Akademisi: DPR Dilarang Batalkan Hasil Pemilu

indotim.net (Minggu, 25 Februari 2024) – Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mendorong partai-partai pendukungnya di parlemen untuk menggunakan hak angket guna menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024. Menurut Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Sandhya Y. P, hak angket yang dimiliki DPR tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil pemilu karena keputusan terkait keabsahan hasil pemilu berada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jika yang dimaksud hak angket DPR digunakan untuk membatalkan hasil pemilu, maka DPR tidak memiliki kewenangan atas hal tersebut. Kalau memang ternyata ada indikasi kecurangan selama proses pemilu, lebih baik ajukan gugatan ke MK. Selama proses persidangan di MK membuktikan adanya kecurangan yang berdampak pada hasil pemilu, MK bisa membatalkan hasil pemilunya,” kata Sandhya dalam keterangannya, Minggu (25/2/2024).

Ketentuan mengenai hak angket diatur dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal tersebut menyatakan bahwa hak angket dijadikan sebagai alat pengawasan DPR terhadap pemerintah.

Hak angket yang dimaksud adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan hal-hal penting, strategis, dan berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini diduga melanggar ketentuan hukum.

Kemudian dalam aturan yang berbeda, mengenai kewenangan MK untuk menentukan perselisihan hasil pemilu diatur dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, yang salah satunya memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Ketua Hukum dan Politik GM FKPPI, Bambang Soesatyo, menilai bahwa penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024 dianggap tidak efektif. Menurutnya, jika hak tersebut hanya digunakan, dampaknya akan terasa pada lembaga penyelenggara negara seperti KPU, bukan pada hasil aktual dari Pemilu 2024. Hal ini bisa berpotensi mengganggu stabilitas masyarakat secara luas.

READ  DKPP Gelar Sidang Pelanggaran Kode Etik KPU: Menegakkan Integritas dan Akuntabilitas Demokrasi

“Aturannya memang berbeda, Anda bisa membaca pasal hak angket di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. Jika hak angket tetap diterapkan, dampaknya hanya akan dirasakan oleh KPU saja, bukan pada hasil pemilu. Bahkan jika hak angket digunakan, masyarakat bisa semakin ramai, karena pesta politik merupakan hak rakyat, sehingga tidak boleh dicemarkan oleh kepentingan kelompok tertentu,” kata Sandhya.

Menurut Sandhya, lebih baik bersabar menunggu perhitungan resmi dari KPU. Masih ada sejumlah daerah yang akan melakukan pemungutan suara ulang. Sebagai pengajar di Universitas Jayabaya, Sandhya menyarankan untuk fokus menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

“Mari kita tunggu hasil resminya dari KPU, lagian di beberapa daerah juga masih ada pemungutan ulang. Daripada sibuk ngurus hak angket mending kita sama-sama fokus nyambut bulan suci Ramadan yang tinggal menghitung hari,” imbuhnya.

Menanggapi pernyataan hak angket yang diajukan terkait pemilu, akademisi menegaskan bahwa DPR seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil pemilihan umum. Hal ini disampaikan sebagai respons atas wacana yang sempat mencuat terkait penggunaan alat kontrol yang dimiliki DPR terhadap pemilu.

Akademisi yang enggan disebutkan namanya menjelaskan bahwa fungsi utama hak angket seharusnya lebih bersifat pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, bukan untuk mengintervensi hasil dari proses demokrasi seperti pemilu. Menurutnya, langkah semacam itu dapat membuka peluang terjadinya krisis konstitusi yang lebih dalam.

“DPR memiliki peran penting dalam menjalankan mekanisme check and balance terhadap kebijakan eksekutif. Namun, menyalahgunakan hak angket untuk membatalkan hasil pemilu justru merupakan tindakan yang berpotensi melanggar prinsip demokrasi,” imbuhnya.

Kesimpulan

Menurut Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, DPR tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil pemilu dengan menggunakan hak angket. Seharusnya, hak angket tersebut digunakan sebagai alat pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, bukan untuk mengintervensi dalam proses demokrasi. Penggunaan hak angket untuk dugaan kecurangan pemilu dinilai tidak efektif dan berpotensi melanggar prinsip demokrasi serta membuka peluang terjadinya krisis konstitusi yang lebih dalam.

READ  Ganjar: Jangan Anggap Remeh Orang Lain, Persatuan Lebih Penting