indotim.net (Sabtu, 02 Maret 2024) – Kisah perundungan di SMA internasional telah menimbulkan dampak serius bagi 12 siswa yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Mereka disebut sebagai ‘anak yang berhadapan dengan hukum’ menurut istilah dalam sistem peradilan anak. Korban, yang kebanyakan adalah siswa junior dari para pelaku, tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga luka psikis yang mendalam.
Orang tua korban, W, merasa bersyukur atas langkah polisi yang telah menetapkan para pelaku sebagai ‘anak berhadapan dengan hukum’. Dia pun menceritakan dampak pem-bully-an yang dialami oleh anaknya.
Saat itu, aku merasa bangga melihat anakku mengikuti ujian masuk sekolah internasional. Semua berjalan lancar dan dia diterima. Tapi, ternyata di balik prestasinya itu, ada cerita pahit yang dia alami.
Anakku, let’s call her A, jadi korban bully di sekolah. Bullying terjadi secara verbal dan non-verbal. Menyedihkan melihat perubahan sikap dan perilaku A setelah bullying ini.
Di rumah, A jadi lebih tertutup. Dia tidak lagi cerita banyak tentang sekolah dan teman-temannya. A lebih suka menghabiskan waktu sendiri di kamarnya.
Berikut tiga curhatan W mengenai kondisi anaknya:
1. Korban Merasa Terisolasi dan Kerap Menangis
W mengungkapkan bahwa anaknya kini cenderung menyendiri dan terlihat sedih.
“Kondisi anak saya semakin membaik, luka-luka mulai kering, bahkan sebagian sudah sembuh. Memar-memar pun hampir tak terlihat lagi,” ungkap W di Serpong, Tangerang Selatan, pada Jumat (1/3).
“Oh tidak, saya melihat dia berubah. Saya lihat dia jadi kurang komunikatif,” ungkapnya mengenai perubahan perilaku putrinya.
Terkadang, sebagian dari kita mungkin merasa sulit untuk berbicara tentang pengalaman buruk yang kita alami. Begitu juga dengan korban bullying, mereka butuh dukungan keras untuk bisa merasa nyaman berbagi cerita. Seperti yang diungkapkan oleh W, yang mengatakan telah meminta tolong kepada teman korban untuk berkunjung. Sebab, korban akan lebih banyak bicara dan bercanda ketika kedatangan temannya.
“Terus saya meminta bantuan kepada beberapa temannya untuk datang. Biasanya ketika sudah ada teman, dia merasa lebih nyaman untuk berbicara dan bercanda. Ketika ada teman bersamanya, dia bisa bercanda dan berbicara seperti biasa, kan,” ungkapnya.
Sebagai seorang ibu, saya sangat terpukul ketika mengetahui anak saya menjadi korban bullying di SMA Internasional. Salah satu hal yang membuat saya sangat khawatir adalah ketika anak saya mengaku sering diserang di media sosial.
Dia mengungkapkan bahwa yang membuat anaknya tertekan adalah serangan di media sosial. Anaknya sering kali diserang melalui berbagai komentar dan pesan negatif di platform media sosial.
“Gitu, ‘Kok nggak ada yang percaya sama aku?’,” ujar W menirukan kalimat korban kepada dirinya.
W menuturkan anaknya mengaku diolok-olok oleh teman para pelaku. “Lebih, ‘Kenapa aku di kata-katain sama teman-temannya mereka (di media sosial-red), sama mereka. Itu sih yang ada di pikiran anak saya sekarang,” sambung W yang menirukan ucapan anaknya.
Hal tersebut membuat kedua orangtuanya semakin khawatir akan kondisi psikis anaknya. Mereka berusaha memberikan dukungan dan perlindungan sebaik mungkin agar anak bisa menghadapi situasi tersebut dengan lebih baik.
3. Penyebab Anak Terlibat dalam Kelompok
W menceritakan alasan anaknya ingin bergabung dengan geng tersebut, yakni karena adanya rasa kebanggaan tersendiri. Menurut keterangan dari anaknya, keberadaan geng di sekolah sang anak sudah berlangsung cukup lama.
“Anak muda itu untuk gaya-gayaan aja sih, oh ini WIG (tempat berkumpul) itu famous, lebih ke kalau masuk WIG itu wow, semua orang itu minggir deh,” ujar W.
“Kenakalan-kenakalan remaja yang kita tahu sebenarnya itu buat saya tidak masalah. Sementara kenakalan itu ada yang wajar dan ada yang kurang ajar. Kalau sudah kekerasan ini orang tua mana yang tidak marah,” tambah dia.
Merasa geram dengan perlakuan anak-anak di sekolah, ibu dari salah satu korban bullying di SMA Internasional juga angkat bicara. Diketahui, kasus bullying yang menimpa anaknya telah memunculkan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.
W mengungkapkan bahwa anaknya tidak menyadari proses bergabung dengan geng yang akhirnya berujung pada tindakan kekerasan. W menuturkan bahwa satu-satunya hal yang diketahui anaknya adalah mereka akan diperlakukan dengan sejumlah pertanyaan dan perintah yang dianggap sebagai lelucon belaka.
“Jadi saya tanya, ‘Kamu tahu tidak akan ditatar seperti itu?’, ‘Aku tahu akan ditatar, aku tidak tahu kalau sekaget ini’. Dia tahunya hanya ditanya-tanya, cuma disuruh gombalin,” pungkas W.
Kesimpulan
Penyelidikan kasus bullying di SMA internasional yang mengakibatkan 12 siswa tersangka menunjukkan dampak serius baik secara fisik maupun mental bagi para korban. Curhatan seorang ibu korban, W, memberikan gambaran yang mendalam mengenai isolasi, tekanan dari media sosial, dan alasan anak terlibat dalam kelompok. Kondisi psikis seperti kesedihan, perubahan perilaku, dan rasa terisolasi yang dirasakan oleh anak, menunjukkan pentingnya dukungan sosial dan perlindungan bagi korban bullying.