indotim.net (Senin, 04 Maret 2024) – Tiga penumpang pesawat Alaska Airlines menuntut maskapai tersebut dan Boeing sebesar US$ 1 miliar atau setara Rp 15,7 triliun (kurs Rp 15.700). Tuntutan tersebut dilayangkan sebagai berkenaan dengan insiden jendela lepas hingga pendaratan darurat pada awal Januari lalu.
Sebagaimana dilaporkan oleh CBS News pada Senin (4/3/2024), gugatan tersebut diajukan pada tanggal 20 Februari di Multnomah County, Oregon, atas nama Kyle Rinker, Amanda Strickland, dan Kevin Kwok. Ketiga penumpang tersebut berada di pesawat Alaska Penerbangan 1282 saat kejadian terjadi.
Gugatan tersebut diajukan untuk mendapatkan ganti rugi dan hukuman dari Boeing, perusahaan raksasa yang memproduksi jet 737 Max 9 yang digunakan oleh Alaska Airlines dalam kejadian tersebut. Penetapan mengenai gugatan ini akan dilakukan dalam persidangan.
“Sebagai akibat langsung dari kegagalan pesawat Boeing yang mengerikan dan mengancam kematian, Tuan Kwok, Tuan Rinker, dan Nona Strickland menderita cedera mental, emosional, dan psikologis yang parah, termasuk stres pasca-trauma, dan cedera fisik,” bunyi gugatan tersebut.
Gugatan tersebut juga mencatat bagaimana perubahan tekanan tiba-tiba di dalam kabin saat insiden tersebut terjadi. Hal ini menyebabkan telinga beberapa penumpang mengalami pendarahan.
Adapun gugatan ini diajukan oleh Jonathan W. Johnson, LLC, sebuah firma hukum penerbangan yang berbasis di Atlanta. Mereka berharap meminta pertanggungjawaban Boeing atas kelalaiannya yang telah menyebabkan kepanikan dan ketakutan yang ekstrem serta stres pasca-trauma. Menurutnya, hal tersebut merupakan insiden yang dapat dicegah.
Selain itu, pihak penggugat juga menduga bahwa insiden tersebut tidak hanya membahayakan nyawa penumpang dan kru pesawat yang bersangkutan, tetapi juga pesawat lain yang diproduksi oleh Boeing. Berdasarkan hasil investigasi lebih lanjut, pesawat-pesawat tersebut disebut memiliki cacat serupa yang mengkhawatirkan.
Di sisi lain, Boeing dihadapkan pada gugatan class action lain dari penumpang Alaska Airlines. Gugatan tersebut menuduh bahwa kejadian pada 5 Januari menyebabkan cedera fisik dan trauma emosional bagi sebagian besar penumpang. Hingga saat ini, Alaska Airlines belum disebutkan sebagai tergugat dalam gugatan tersebut.
CBS News telah mencoba menghubungi Boeing dan Alaska Airlines untuk mendapatkan komentar terkait gugatan senilai US$ 1 miliar itu. Maskapai tersebut menyatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan komentar tentang proses hukum yang sedang berlangsung atau penyelidikan NTSB yang masih berjalan. Di sisi lain, pihak Boeing juga memilih untuk tidak memberikan komentar yang terlalu detail.
“Kami tidak memiliki tambahan informasi,” ungkap juru bicara Boeing.
Alaska Airlines Penerbangan 1282 lepas landas dari Bandara Internasional Portland sebelum jam 5 sore pada 5 Januari. Pesawat itu kembali dengan selamat ke tempat keberangkatannya sekitar 40 menit kemudian, usai pendaratan darurat.
Kabar mengenai insiden tersebut mengejutkan banyak pihak terutama penumpang yang saat itu berada dalam penerbangan tersebut. Para penumpang yang merasa mengalami traumatis dan merasa terganggu dalam perjalanan tersebut sekarang menuntut ganti rugi sebesar Rp 15,7 triliun kepada Boeing dan Alaska Airlines.
Pesawat tersebut berada dalam perjalanan menuju California, dan ketika sudah terbang selama sekitar enam menit dan berada pada ketinggian 16.000 kaki, tiba-tiba salah satu pintu darurat pesawat tersebut terlepas. Sebuah video yang diunggah di media sosial, yang diperoleh oleh CBS News, menunjukkan bahwa terdapat lubang besar di samping pesawat tersebut saat itu tengah membawa 174 penumpang dan enam awak.
Meski pesawat mendarat dengan selamat kembali di Portland, beberapa penumpang mengalami luka ringan dan kehilangan ponsel serta barang-barang pribadi lainnya yang tersedot keluar dari lubang pesawat.
Kejadian yang menimpa pesawat Boeing dan Alaska Airlines ini membuat resah banyak pihak. Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
Berdasarkan keterangan salah seorang penumpang kepada CBS News, seorang remaja yang awalnya duduk bersama ibunya di barisan di samping panel pintu yang terkena dampak, bajunya robek karena kekuatan angin yang bertiup.
Penumpang lain, Jay Huss, mengungkapkan bahwa insiden tersebut terjadi cukup tiba-tiba. “Saya sedang tertidur, kemudian mendengar suara ledakan dan melihat cahaya dari bagian luar pesawat,” ujar Huss.
Hasil awal penyelidikan Dewan Transportasi dan Keselamatan Nasional atas kejadian tersebut menemukan bahwa empat baut kunci yang seharusnya menjaga penutup pintu, hilang dari pesawat. Lembaga tersebut menyatakan dalam laporan yang dirilis awal Februari bahwa keempat baut tersebut hilang sebelum pesawat terbang.
Setelah terjadi insiden tersebut, Alaska Airlines dan United Airlines langsung memutuskan untuk membatalkan penerbangan menggunakan pesawat Boeing 737 Max 9 selama proses inspeksi sedang berlangsung. Kedua maskapai tersebut mengungkapkan bahwa telah ditemukan perangkat keras longgar pada model pesawat tersebut yang seharusnya tidak boleh terbang. Akibatnya, Badan Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration/ FAA) akhirnya mengeluarkan perintah untuk menghentikan sementara seluruh operasi jet Boeing 737 Max 9 di seluruh dunia.