indotim.net (Selasa, 14 November 2023) – Tahukah kalian bahwa mawar disebut sebagai ratu bunga? Ya, kecantikan bunga ini sudah dipuji sejak zaman dahulu.
Para penyair Yunani bahkan memuji mawar dengan julukan “parfum para dewa” hingga “ratu bunga”. Julukan ini mengacu pada keharuman mawar yang manis dan memabukkan.
Tapi sejarah mawar hingga disebut sebagai “ratu bunga” tidak terjadi begitu saja. Kita harus kembali sekitar 3.500 tahun ke belakang untuk mencari tahu.
Penasaran? Berikut ini cerita lengkapnya.
Sejarah Mawar
Masa Awal
Gambar mawar tertua di dunia yang tercatat dalam sejarah ditemukan berusia lebih dari 3.500 tahun. Lukisan mawar tersebut ada di dinding istana di Pulau Kreta, Yunani.
Ini tidak berhenti di situ, mawar juga muncul pada koin dari Pulau Rhodes, Yunani. Pulau itu bahkan dinamai sesuai dengan mawar. Di sana, mawar tumbuh lebat dan mekar.
Banyak pelaut yang bisa mencium aroma harum mawar sebelum mereka mencapai daratan, karena mawar begitu melimpah di sana. Karena itulah, para penyair Yunani kuno memberikan pujian kepada mawar sebagai “Ratu Bunga”.
Dalam mitologi Yunani dan Romawi, mawar merupakan simbol muda, vitalitas, cinta, kecantikan, dan kesuksesan. Mawar adalah bunga kesukaan dewi cinta Aphrodite, atau Venus dalam mitologi Romawi. Bahkan, penyair Yunani kuno memberi julukan pada mawar sebagai “wewangian para dewa”.
Eksploitasi oleh Bangsa Romawi
Karena keharumannya dan penampilannya yang indah, mawar menjadi bunga favorit di kalangan orang Romawi dan Yunani. Bangsa Romawi bahkan mengeksploitasi mawar secara maksimal.
Tidak hanya digunakan sebagai parfum, mawar juga dijadikan bahan makanan, anggur, perlengkapan mandi, dan bahkan dikumpulkan dalam karangan bunga untuk menghormati arwah orang yang meninggal. Tidak hanya itu, dalam lukisan 1888 berjudul “The Roses of Heliogabalus” karya Lawrence Alma-Tadema, terlihat sebuah pesta di mana orang-orang Romawi tenggelam dalam hujan kelopak bunga mawar.
Dalam lukisan tersebut, tamu kaisar terlihat menikmati suasana sambil terbaring di atas kelopak bunga mawar yang jatuh seperti hujan. Richard Webster dalam bukunya “Magical Symbols of Love and Romance” mencatat bahwa Kaisar Nero dikabarkan menghabiskan empat juta sesterces (mata uang Romawi kuno) untuk membeli kelopak mawar untuk satu jamuan makan.
Pohonnya yang indah dan harum membuat mawar menjadi salah satu bunga yang paling disukai. Tak heran, orang Romawi menjadikan cinta mereka pada mawar sebagai alasan untuk merayakan Festival Rosalia. Pada festival tersebut, seluruh kota dihiasi dengan karangan bunga mawar, jalanan dibanjiri kelopak mawar, dan air mancur mengalirkan air mawar.
Namun, kecintaan masyarakat Romawi terhadap mawar bersinggungan dengan isu agama pada masa itu. Pemuka agama menilai mawar melambangkan nafsu dan pesta pora, sebagaimana yang terjadi pada era Kekaisaran Romawi. Alhasil, penggunaan mawar sebagai simbol Perawan Maria ditentang oleh kelompok agama Kristen.
Perdebatan pun muncul, namun akhirnya kelompok pendukung mawar berhasil memenangkan pertarungan dan menjadikan mawar sebagai “raja bunga” yang dianggap paling sempurna.
Dilema Kontroversi Lainnya
Seiring berjalannya waktu, makna mawar semakin berkembang dalam sastra, seni, dan juga botani. Sayangnya, pada abad ke-18, mawar kembali menjadi kontroversi dan menjadi sasaran ejekan.
Kejadian ini dipicu oleh penggunaan istilah ‘deflower‘ dalam buku berjudul A Directory for Midwives yang ditulis oleh ahli botani asal Inggris pada abad ke-17, Nicholas Culpeper. Buku tersebut juga termasuk dalam karyanya yang lain, yaitu De La Haye.
Mawar memiliki makna dan simbolisasi yang berbeda bagi penulis.
William Shakespeare, penulis dari karya Romeo dan Juliet, juga memberikan komentar tentang keindahan dan sementara dari bunga mawar.
“Dan kanker yang menjijikkan hidup di dalam kuncup yang paling manis,” tulisnya dalam soneta ke-35.
Pada lukisan l’Utopie (Utopia) karya René Magritte tahun 1945 yang menggambarkan lanskap tandus pada masa Perang Dunia Pertama, hanya mawar yang mekar. Mawar digambarkan sebagai simbol “keindahan dan kerapuhan hidup”.
Di Inggris, mawar juga memiliki konotasi politik. Pada abad ke-15, keluarga York dan Lancaster berseteru dalam perang yang dikenal dengan sebutan Perang Mawar untuk merebut takhta Inggris.
Ketika Raja Pertama dari Wangsa Tudor, Henry VII, berhasil mengalahkan Richard III dan menikahi Elizabeth dari Keluarga York, dia menciptakan Mawar Tudor yang melambangkan persatuan antara mawar merah dari Lancaster dan mawar putih dari York.
Saat ini, Mawar Tudor menjadi simbol nasional Inggris. Selain itu, mawar merah dikaitkan dengan komunisme dan sosialisme karena warnanya, serta menjadi simbol Partai Buruh Inggris.
Mawar dalam Dunia Mode
Meskipun kontroversial, pada abad ke-18, mawar menjadi tanaman yang sangat dibudidayakan. Selain digunakan sebagai tanaman hias, mawar juga digunakan dalam dekorasi rumah, ornamen furnitur, dan perhiasan wanita.
Menurut kurator pameran Museum of FIT, Colleen Hill, mawar sangat cocok digunakan dalam dunia fesyen, baik dalam bentuk bunga segar maupun buatan. Hill menjelaskan bahwa mawar dapat diaplikasikan pada tekstil dengan berbagai cara, seperti dicetak, ditenun, atau dicat. Meskipun dalam bentuk abstrak, rupa bunga mawar tetap mudah dikenali.
Mawar memiliki berbagai makna dalam dunia mode. Sebagai contoh, pada tahun 1937, seniman Jean Cocteau merancang gaun malam untuk Elsa Schiaparelli. Di bagian belakang gaun tersebut terdapat dua sosok yang sedang berciuman di bawah sebuah vas berisi mawar. Pemilihan bunga mawar sebagai simbol cinta dan romansa sangat menonjol dalam rancangan tersebut.
Di sisi lain, desainer Dries Van Noten menggambarkan mawar dalam konteks kematian, pembusukan, dan kefanaan hidup. Konsep ini terlihat dalam koleksi anthophile-nya untuk musim gugur/musim dingin 2019/2020.
Selain itu, mawar juga memiliki arti kesucian dalam fashion. Hal ini terlihat dalam penggunaan mawar putih pada gaun pengantin.
Meski memiliki banyak arti, kebanyakan orang menghargai mawar karena kecantikan dan keindahannya. Untuk itu wajar saja jika mawar mendapat julukan “Ratu Bunga”.