indotim.net (Sabtu, 02 Maret 2024) – Kuasa hukum dari korban perundungan yang melibatkan siswa SMA internasional menolak penerapan diversi dalam kasus kliennya. Mereka menyatakan bahwa pihak keluarga korban sudah mantap untuk terus berjuang hingga ke pengadilan.
“Kami sudah berbincang bahwa sampai detik ini klien kami akan berjuang sampai tahapan pemeriksaan dan keputusan di pengadilan,” ujar Kuasa Hukum Korban, Muhamad Rizki Firdaus, di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, pada Jumat (1/3/2024).
Meskipun demikian, pihak korban perundungan di SMA Internasional menegaskan penolakan terhadap upaya diversi dengan pelaku. Mereka menegaskan bahwa langkah hukum harus tetap dilakukan tanpa penyelesaian di luar jalur hukum.
“Kita pasti akan menempuh jalur hukum karena itu merupakan kewajiban formal yang diatur oleh undang-undang, baik di kepolisian maupun di kejaksaan, hingga proses pengadilan harus dilaksanakan,” ucapnya dengan tegas.
Menurut pihak korban, diversi seharusnya hanya diterapkan dalam kasus kriminal yang melibatkan pelaku yang masih di bawah umur. Namun, dalam kasus perundungan yang terjadi ini, pelaku yang terlibat bukanlah anak-anak.
“Kita tidak boleh salah tafsir di sini, karena undang-undang bukanlah perdamaian saat mengatakan tentang diversi. Diversi hanya berlaku antara anak-anak, ketika terduga pelaku bukan anak maka tidak ada diversi,” ungkapnya.
12 Orang Jadi Tersangka
Polisi mengungkapkan perkembangan baru di kasus perundungan atau bullying yang melibatkan siswa SMA internasional. Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi total yang ditetapkan sejumlah 12 orang dengan rincian 8 orang anak berkonflik dengan hukum dan 4 orang tersangka,” ungkap Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi di kantornya, pada Jumat (1/3/2024).
Empat tersangka di antaranya adalah E (18), R (18), J (18), dan G (19). Sedangkan ada 8 orang yang ditetapkan sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH).
4 orang yang ditetapkan tersangka dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang dan/atau Pasal 170 KUHP. 1 orang anak saksi lainnya dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 4 ayat (2) huruf d Jo Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau Pasal 170.
Kelompok murid yang menjadi korban perundungan di SMA Internasional menolak upaya diversi yang diajukan oleh pihak pelaku. Sebelumnya, tujuh orang diduga terlibat dalam tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur dan/atau pengeroyokan sesuai dengan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 yang merupakan perubahan kedua dari UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 KUHP.
Kesimpulan
Pihak korban perundungan di SMA Internasional menolak diversi dengan pelaku dan telah memutuskan untuk terus berjuang hingga ke pengadilan. Mereka menegaskan pentingnya proses hukum yang sesuai dengan undang-undang, terutama karena pelaku bukan merupakan anak-anak. Kasus perundungan ini melibatkan 12 tersangka, dengan 4 di antaranya ditetapkan sebagai pelaku yang dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sedangkan 8 lainnya merupakan Anak Berkonflik dengan Hukum.