indotim.net (Sabtu, 09 Maret 2024) – Pengusaha logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengajukan permohonan kepada pemerintah agar tidak memberlakukan batasan operasional selama libur hari besar keagamaan. Permintaan ini dikemukakan berkenaan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh Kemenhub, Korlantas Polri, dan Kementerian PUPR.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim, menyatakan pandangannya terkait kebijakan pemerintah dalam mengatur angkutan selama libur hari besar keagamaan.
Menurut Adil Karim, pemerintah baru fokus pada angkutan penumpang pribadi bagi para pemudik, namun dampak terhadap sektor logistik dan perekonomian secara keseluruhan tidak diperhitungkan.
“Padahal, angkutan logistik merupakan urat nadi kegiatan perekonomian. Pembatasan aktivitasnya berdampak besar terhadap perekonomian nasional. Ekspor tertunda, devisa terhambat,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/3/2024).
Pihak angkutan logistik juga mengharapkan agar tidak ada pembatasan yang berlaku saat libur hari besar keagamaan. Menurut Adil, selama ini pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait pelarangan angkutan logistik saat momen libur hari besar tidak dilakukan melalui sosialisasi terlebih dahulu. Oleh karena itu, Adil setuju jika dalam penandatanganan Surat Keputusan Bersama tersebut, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan turut serta.
“SKB sebaiknya melibatkan seluruh stakeholder terkait, termasuk Kementerian Perindustrian yang mengatur industri manufaktur dan Kementerian Perdagangan yang bertanggung jawab atas perdagangan. Ini akan membantu agar masukan dari pelaku usaha dapat diterima dan dipertimbangkan dalam penyusunan SKB,” ungkapnya.
“Kalau selama ini kebijakan bersama (SKB) dibuat dan langsung diterapkan tanpa ruang untuk penyesuaian. Selama ini kita hanya berbicara di media, meminta ini, meminta itu, namun sia-sia karena kebijakannya sudah baku. Akhirnya kami terpaksa melakukan improvisasi di lapangan agar barang dapat sampai. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi dunia usaha,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Adil menegaskan pentingnya peran Kemendag dan Kemenperin dalam penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait hal ini. “Mereka juga harus memberikan persetujuan. Karena, mereka mewakili pihak-pihak usaha yang tahu seluk beluk penyelesaiannya, sebab kami yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya,” tegasnya.
Sementara itu, Ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan Aknolt Kristian Pakpahan, mengatakan seharusnya SKB terkait Pelarangan Angkutan Logistik di saat momen libur hari-hari besar tidak hanya melihat manfaatnya dari sisi pemudik saja, tapi juga dari sisi ekonominya.
“Jadi, SKB harus mempertimbangkan dampaknya terhadap dua kelompok besar ini,” ujarnya. Menurutnya, SKB yang ada selama ini hanya memperhatikan kenyamanan para pemudik, sementara kepentingan para pelaku ekonomi diabaikan dalam SKB tersebut. Hal ini menyebabkan para pelaku industri terus bersuara keras saat SKB dikeluarkan.
“Memberikan kenyamanan kepada pemudik itu memang tidak salah. Namun, tidak tepat juga jika pelaku ekonomi terdampak, dihambat, atau dibatasi oleh SKB ini,” kata Aknolt.
Oleh karena itu, Aknolt menyarankan agar banyak pihak dan stakeholder dilibatkan dalam SKB tersebut, mulai dari dampak hingga mitigasi. “Ini yang juga perlu ditekankan dalam SKB tersebut,” tambahnya.
Aknolt juga menyatakan pentingnya melibatkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam pembuatan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait. Keterlibatan Kemendag dan Kemenperin menjadi hal yang krusial untuk mempertimbangkan aspek perekonomian. Persetujuan dari Kemendag dan Kemenperin merupakan langkah penting dalam pembuatan SKB ini.
Kesimpulan
Permintaan pengusaha logistik untuk tidak memberlakukan batasan operasional selama libur hari besar keagamaan sebagai bentuk perhatian terhadap dampak terhadap sektor logistik dan perekonomian. Adanya desakan agar pembuatan Surat Keputusan Bersama melibatkan seluruh stakeholder terkait, seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, adalah langkah krusial agar kebijakan yang diterapkan dapat mempertimbangkan berbagai aspek dampak secara komprehensif.