indotim.net (Selasa, 27 Februari 2024) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengevaluasi larangan penggunaan air tanah di gedung-gedung dengan ketinggian lebih dari delapan lantai yang mulai diberlakukan sejak 1 Agustus 2023. Meskipun larangan tersebut telah berjalan selama enam bulan, beberapa bangunan masih terpaksa menggunakan air tanah saat mengalami gangguan atau keadaan darurat.
Kita melakukan sosialisasi dan audit, dan kami sampaikan kepada semua pihak bahwa sejak aturan itu diberlakukan seharusnya tidak lagi menggunakan air tanah. Meskipun secara keseluruhan catatan meteran menunjukkan penggunaan air tanah di daerah tersebut sangat minim, bahkan hampir tidak ada, namun kadang-kadang masih terjadi penggunaan saat terjadi gangguan, meskipun sebenarnya seharusnya kami sudah menutup penggunaan tersebut. Namun, untuk keadaan darurat seperti itu, kami masih sedang mengevaluasi,” kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku, dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (27/2/2024).
Elisabeth menjelaskan bahwa hingga saat ini sebanyak 496 bangunan telah memenuhi kriteria penggunaan air perpipaan. Dari jumlah tersebut, terdapat 156 bangunan di Jakarta Selatan, 134 bangunan di Jakarta Utara, 166 bangunan di Jakarta Pusat, dan 40 bangunan di Jakarta Timur.
Dari total 496 gedung, sebanyak 396 di antaranya telah beralih menggunakan pasokan air dari perpipaan. Namun, terdapat 5 gedung yang masih mengandalkan air tanah dan 70 gedung lainnya memakai kombinasi air perpipaan dan air tanah. Sementara untuk sisanya, ada yang bergantung pada truk tangki dan belum memberikan informasi terkait penggunaan air.
Menurut Elisabeth, respons pemilik gedung terhadap larangan tersebut dinilai cukup positif secara keseluruhan. Namun, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI menemukan bahwa pengelola bangunan atau gedung masih mengandalkan air tanah sebagai cadangan karena keterbatasan penampungan air bersih di gedung tersebut.
Tapi kami melihat animo masyarakat bagus dan dari perusahaan yang ada di zona bebas air tanah tersebut,” ucapnya.
Di samping itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengalami sejumlah hambatan dalam menindak pelanggaran. Salah satunya berkaitan dengan izin penggunaan air tanah yang merupakan wewenang pemerintah pusat.
Kendala muncul dalam penerapan peraturan gubernur tersebut. “Ketika izin berada di bawah wewenang pemerintah pusat, secara otomatis kontrol dan pengawasan juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Hal ini sedikit menjadi hambatan bagi kita,” ungkapnya.
Hingga saat ini, pihak terkait sedang berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan pengawasan tetap berlangsung. Di sisi lain, kerjasama juga dilakukan dengan PAM Jaya untuk menutup sumber air.
“Dengan kolaborasi bersama PAM, kami juga menanyakan kepada mereka apakah layanan mereka sudah mencapai batas maksimal. Jika mereka tidak dapat memberikan layanan penuh, maka kami akan mencabut izin mereka. Biasanya, perizinan cadangan dan sumber air tanah akan ditutup,” jelasnya.
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 1 Agustus lalu secara resmi melarang penggunaan air tanah di gedung-gedung yang memiliki ketinggian lebih dari delapan lantai. Larangan ini berlaku untuk 12 area jalan dan 9 kawasan di wilayah DKI Jakarta.
Daftar wilayah dan zona yang termasuk dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah sudah ditetapkan. Penggunaan air tanah sudah tidak diperbolehkan mulai 1 Agustus 2023. Peraturan Gubernur ini telah ditandatangani oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada 22 Oktober 2021.
Di beberapa wilayah Jakarta, terdapat sebanyak 6 area jalan yang telah ditetapkan sebagai zona bebas penggunaan air tanah di Jakarta Utara. Selain itu, terdapat 2 area jalan di Jakarta Timur, 2 di Jakarta Pusat, dan 2 di Jakarta Selatan yang juga masuk dalam kategori tersebut.
Pada saat yang bersamaan, terdapat 9 titik zona tanah bebas di Jakarta. Diantaranya adalah satu kawasan di Jakarta Timur, tiga kawasan di Jakarta Selatan, serta lima kawasan di Jakarta Pusat.
Pergub tersebut juga menjelaskan mengenai sanksi yang akan diberikan kepada pelanggar, mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin.
Sementara, Pasal 2 sendiri berbunyi:
Kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian pengambilan air tanah di Zona Bebas Air Tanah meliputi:
a. luas lantai mencapai 5.000 m2 atau lebih; dan/atau
b. jumlah lantai mencapai 8 atau lebih.
Pergub tersebut menjelaskan bahwa zona bebas air tanah adalah wilayah di mana pengambilan atau pemanfaatan air tanah tidak diperbolehkan sesuai dengan pertimbangan kondisi akuifer dan peta zonasi konservasi air tanah, serta dukungan dari sistem distribusi air bersih.