indotim.net (Jumat, 19 Januari 2024) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjalankan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebagai salah satu program strategis dan berkelanjutan. Kegiatan ini digelar secara massif untuk meningkatkan fungsi hutan dan lahan, mendukung ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang menjadi target nasional dilakukan dalam kerangka reforestasi di dalam kawasan hutan dan aforestasi di luar kawasan hutan. Pelaksanaannya melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui bahwa keberhasilan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sangat tergantung pada interaksi dua arah antara kebijakan pemerintah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, konsep RHL tidak hanya berfokus pada aspek konservasi, tetapi juga mengedepankan penerjemahan kebutuhan lapangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selama periode 2015-2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) telah berhasil merehabilitasi lahan seluas 1.887.211 hektar. Proses rehabilitasi ini meliputi program reboisasi, Kebun Bibit Rakyat, penyediaan bibit berkualitas, rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), serta reklamasi.
Direktorat Jenderal PDASRH melakukan beberapa inovasi dalam menjalankan kebijakan tata Kelola rehabilitasi hutan dan lahan dengan hasil yang berkelanjutan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Hal ini mencakup aspek ekonomi dan sosial kelembagaan. Dalam hal ini, masyarakat dilibatkan sebagai pelaku utama dalam melaksanakan kegiatan melalui konsep swakelola.
Guna memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kawasan hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan pola rehabilitasi hutan dan lahan berbasis masyarakat dengan menggunakan konsep agroforestri. Dalam konsep ini, dilakukan sinergi antara penanaman tanaman kayu-kayuan dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) yang meliputi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta buah-buahan dan tanaman semusim.
Hasil Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) telah diterapkan di berbagai provinsi di Indonesia. Program ini dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan melibatkan masyarakat sebagai salah satu pilar utama.
Program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menunjukkan hasil yang positif di beberapa wilayah provinsi di Indonesia. Selain berhasil meningkatkan tutupan lahan, program ini juga telah memungkinkan panen buah-buahan pada usia tanaman 4-5 tahun.
Beberapa jenis buah yang berhasil ditanam meliputi alpukat dan kelengkeng di Provinsi Lampung, petai dan kacang macademia di Provinsi Jawa Tengah, serta jambu mete di Provinsi Gorontalo.
Selain itu, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di Hutan Lindung Gunung Balak, Lampung seluas 15 hektare juga menunjukkan kinerja yang baik dalam implementasi kebijakan yang melibatkan masyarakat. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (PDAS) Way Seputih Sekampung, Idi Bantara, mengungkapkan bahwa hutan lindung yang awalnya dalam kondisi kritis dan didominasi oleh tanaman semusim seperti jagung dan singkong, kini dapat beralih komoditi menjadi tanaman kayu-kayuan (MPTS).
“Masyarakat sudah merasakan secara langsung hasilnya dan secara signifikan mampu menambah ekonomi keluarga,” ujar Idi Bantara seperti yang dikutip dari keterangan resmi KLHK, Jumat (19/1/2024).
KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) telah melaksanakan program rehabilitasi hutan dan lahan berbasis masyarakat dengan berbagai capaian yang signifikan. Pendekatan dan pendampingan langsung kepada masyarakat terus dilakukan oleh KLHK guna membangun kepercayaan dan komitmen dari masyarakat.
“Satu batang bibit alpukat berumur 3 hingga 4 tahun mampu menghasilkan buah minimal 100 kg per tahun. Oleh karena itu, jika dalam 1 hektare terdapat 400 batang bibit alpukat, maka hektare tersebut dapat menghasilkan 40.000 kg buah alpukat. Dengan asumsi harga 1 kg alpukat sebesar Rp10.000, maka setiap hektare mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp400.000.000,” terang narasumber.
Keberhasilan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) berbasis masyarakat juga dapat dilihat di wilayah KPH VI Gorontalo, khususnya di Desa Totopo, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo. Meskipun usianya baru 4 tahun, hasilnya sudah dapat dipanen dengan produksi dan kualitas jambu mete yang memuaskan.
Satu pohon bisa menghasilkan rata-rata 10 kg buah jambu mete per panen. Ini berdampak positif bagi pendapatan petani mengingat harga pasar kacang mete mentah yang mencapai Rp 80.000 – Rp 200.000.
Selain tanaman RHL, Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang merupakan program unggulan KLHK berbasis masyarakat juga telah mencapai hasil yang memuaskan.
Di Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2022 sebagian tanaman MPTS mulai berbuah. Puncaknya pada tahun 2023, semua jenis tanaman telah menghasilkan buah seperti petai, mangga, alpukat, nangka, kedondong, durian, dan rambutan. Hasil panen tersebut telah didistribusikan ke wilayah sekitar Jawa Tengah hingga Jakarta.