Sorotan Jimly & Yusril: Ide Pemakzulan Jokowi yang Menggemparkan

indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Isu mengenai ide pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh Petisi 100 telah muncul. Berbagai tokoh seperti Jimly Asshiddiqie hingga Yusril Ihza Mahendra pun memberikan komentar mengenai hal tersebut.

Awalnya, Menko Polhukam Mahfud Md menerima kedatangan 22 tokoh dari Petisi 100 di kantornya. Mereka datang untuk mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.

“Mereka meminta pemakzulan Pak Jokowi, serta pemilu tanpa kehadiran beliau,” kata Mahfud Md ketika diwawancarai di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1).

Mahfud mengungkapkan bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan hal tersebut.

“Itu silakan saja kalau ada yang melakukan itu. Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk memakzulkan presiden itu ya syaratnya lima. Satu, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau apa dan sebagainya,” kata Mahfud di Surabaya, Rabu (10/1).

“Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Nah yang kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu,” lanjutnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, dan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menjadi sorotan publik setelah muncul ide pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam menyikapi hal ini, Mahfud MD, Menko Polhukam, menegaskan bahwa proses pemakzulan terhadap presiden bukanlah perkara yang mudah. Menurutnya, pemakzulan presiden harus melewati proses yang panjang dan harus memenuhi berbagai syarat yang diatur dalam konstitusi negara.

“Nah ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa. Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan,” ucap Mahfud.

Mahfud menyampaikan bahwa setelah proses di DPR selesai, putusan akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disidangkan. Menurut Mahfud, proses tersebut akan memakan waktu yang lama.

“Jika DPR setuju, maka akan dikirim ke MK. Apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden telah melanggar? Jika iya, maka akan ada sidang lagi di MK yang mungkin memakan waktu lama,” kata Jimly.

Jimly Asshiddiqie

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti gerakan pemakzulan yang muncul belakangan ini. Menurut Jimly, gerakan ini tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian karena ada pihak yang takut mengalami kekalahan.

READ  Petani Bawang Merah Kesal Harga Tumbang, Bagaimana Solusinya?

Jimly Asitamara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), menyampaikan pendapatnya terkait ide pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang muncul menjelang Pemilu. Hal ini ia ungkapkan melalui akun Twitter resminya, @JimlyAs, pada Minggu (14/1/2024).

Dalam cuitannya, Jimly mengungkapkan kebingungannya akan ide pemakzulan yang muncul di tengah proses Pemilu. Ia merasa bahwa pemakzulan seharusnya tidak menjadi agenda utama dalam situasi ini. Namun demikian, Jimly juga menyadari bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Ia berharap agar ide pemakzulan tersebut dapat dibahas dengan bijaksana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah,” tulis Jimly. Jimly telah mengizinkan cuitannya dikutip.

Menurut Jimly, waktu satu bulan yang tersedia tidak cukup untuk mengumpulkan sikap resmi DPR dan MPR mengenai ide pemakzulan terhadap Jokowi. Oleh karena itu, Jimly meminta agar semua pihak dapat fokus dalam mensukseskan Pemilu 2024.

“Sikap resmi 2/3 anggota DPR dan dukungan 2/3 anggota MPR setelah dari MK tidak akan dicapai dalam 1 bulan ini. Mari kita fokus untuk sukseskan pemilu,” ungkap Jimly.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

TPN Tanggapi Jimly

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md memberikan tanggapan terkait pernyataan Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini dilakukan karena ada pihak yang takut kalah dalam kontestasi pilpres. Namun, TPN Ganjar-Mahfud ingin mengetahui hubungan antara pemakzulan ini dengan kontestasi pilpres.

“Urusannya apa hubungannya dengan takut kalah? Orang menyampaikan pendapat kan biasa, terus ditanggapi oleh Pak Mahfud, terus diberikan pemahaman bahwa urusan pemakzulan itu urusan parlemen, bukan urusan Menko Polhukam,” kata Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Achmad Baidowi atau Awiek, saat dihubungi, Minggu (14/1/2024).

Awiek mengecam pernyataan Jimly. Ia menganggap bahwa Jimly tidak sepenuhnya memahami status dan posisi terkait wacana pemakzulan tersebut.

“Sebagai seorang negarawan seharusnya Pak Jimly juga memahami kedudukan dan posisinya. Tidak perlu dikaitkan dengan kontestasi pemilu,” ucapnya.

Awiek menegaskan bahwa ide pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan hal yang berbeda dengan kontestasi pemilu. Dia juga mempertanyakan kenegarawanan Jimly dalam hal ini.

“Itu ranah yang berbeda, kalau takut kalah itu kan kontestasi pemilu, tapi kalau soal ada usulan, ada wacana pemakzulan itu kan pendapat, tapi kan harus melalui prosedur yang panjang dan tidak serta merta pemakzulan itu selesai dengan pendapat,” ujar dia.

READ  Temui Generasi Z di Jawa Timur, Diskusi Ganjar mengenai Meratakan dan Mempercepat Internet

Menanggapi ide tentang pemakzulan Jokowi, Yusril mengungkapkan bahwa ada prosedur yang harus diikuti. Ia menyarankan agar ketegasan dan kedewasaan seorang pakar konstitusi seperti Jimly tidak dipertanyakan. Yusril juga menyayangkan jika Jimly memiliki pemahaman yang dangkal tentang pola pemakzulan tersebut.

Sorotan terus mengarah ke berbagai pihak setelah munculnya ide pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo. Salah satu yang memberikan tanggapan adalah Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, ide pemakzulan ini tidak perlu diperbincangkan lagi karena sudah terlalu banyak isu yang ditimbulkan.

“Pemikiran itu tidak perlu diperbincangkan lagi, sebab sudah terlalu banyak isu muncul ketika ada ide dan wacana tentang pemakzulan,” kata Jimly saat dihubungi detik.com, Rabu (2/6/2021).

Jimly juga mengatakan bahwa pemakzulan Jokowi tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Dia menekankan bahwa pelaksanaan pemakzulan harus melalui proses yang panjang dan rumit.

Hal senada juga diungkapkan oleh Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan HAM. Menurutnya, ide pemakzulan ini tidak memiliki dasar yang kuat dan kemungkinan besar tidak akan terealisasi.

“Kalau ingin mengajukan pemakzulan, tentu harus ada dasar hukum yang kuat. Tanpa dasar yang kuat, itu tidak akan terealisasi,” ujar Yusril.

Yusril juga menilai ide pemakzulan ini hanya sebatas wacana politik dan tidak akan membuahkan hasil. Menurutnya, lebih baik fokus pada upaya penanganan pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung.

Yusril Ihza Mahendra

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai gerakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7B UUD 1945 dan dianggap inkonstitusional.

Yusril menyatakan bahwa proses pemakzulan tidak mungkin dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Hal ini dikarenakan proses pemakzulan yang memakan waktu dan rumit.

“Prosesnya harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden. Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah,” kata Jimly Asshiddiqie.

Menurut Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, proses pemakzulan presiden diperkirakan akan memakan waktu paling singkat enam bulan setelah Pemilu 2024 dilaksanakan. Artinya, pelaksanaan pemakzulan akan berpotensi membawa kondisi pemerintahan menjadi kacau karena terjadi kekosongan kekuasaan.

READ  Surya Paloh Bicara Pemakzulan Jokowi: Tidak Sekarang, Sayangnya!

“Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi. Bisa-bisa pemilu pun gagal dilaksanakan jika proses pemakzulan dimulai dari sekarang. Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan,” kata Jimly Asshiddiqie.

Yusril mengungkapkan keheranannya atas aspirasi mengenai pemakzulan yang disampaikan kepada Mahfud, yang notabene adalah Menko Polhukam dan sekaligus kandidat pilpres, bukan kepada DPR seperti seharusnya.

“Saya heran mengapa tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan Presiden itu menyambangi Menko Polhukam, yang juga calon Wapres dalam Pilpres 2024. Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR kalau-kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan. Mahfud sendiri menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam,” katanya.

Sorotan terhadap ide pemakzulan Jokowi yang baru muncul mencuat semakin tinggi. Seluruh orang politik terkemuka seakan memiliki tanggapan dan pandangan tersendiri terkait ide ini. Mulai dari Jimly, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, hingga Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan HAM, memberikan tanggapannya.

Ahmad Sahroni

Bendum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni sependapat dengan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini karena ada yang takut kalah. Sahroni menyebut isu pemakzulan itu memang sengaja digiring untuk keuntungan salah satu paslon.

“Saya setuju dengan pendapat Prof Jimly, mungkin saja isu pemakzulan ini dipermainkan untuk mengalihkan perhatian atau menggiring opini ke arah tertentu demi kepentingan salah satu pasangan calon,” ujar Sahroni saat dihubungi, Minggu (14/1/2024).

Calon anggota DPR dari daerah pemilihan 3 DKI Jakarta ini mempertanyakan kelayakan dan kemungkinan dilakukannya pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, pemakzulan tersebut sulit dan bahkan mustahil untuk dilakukan. Ia juga menyoroti fakta bahwa masa pemerintahan Jokowi hanya tersisa satu tahun.

“Karena pada praktiknya pemakzulan ini sangat sulit dan panjang prosesnya, yang saya bilang sih hampir mustahil dilakukan, apalagi pemerintahan hanya tersisa kurang dari setahun,” ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR menilai bahwa Pilpres 2024 menjadi lebih kompetitif. Ia menyoroti bahwa isu mengenai pemakzulan dapat muncul ke publik.

“Saya melihat, persaingan di pilpres ini ternyata lebih kompetitif dibanding yang saya bayangkan sebelumnya, sampai isu-isu setinggi ini bisa dihembuskan,” imbuhnya.