Supersemar: Kisah, Isi, Kontroversi, dan Misteri Tersembunyi

indotim.net (Senin, 11 Maret 2024) – Supersemar adalah singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret. Hingga saat ini, Supersemar masih menjadi topik kontroversial yang menarik perhatian banyak pihak. Dalam artikel ini, kita akan membahas Supersemar dari beberapa sudut pandang yang berbeda.

Sesuai namanya, surat perintah ini dikeluarkan oleh presiden pertama Indonesia Ir Sukarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, pada tanggal 11 Maret 1966. Lantas seperti apa isi Surat Perintah itu? Bagaimana latar belakang sejarah Supersemar? Dalam artikel ini, kita akan menggali ke dalam kejadian bersejarah tersebut, merinci peristiwa-peristiwa krusial, serta merenungi implikasinya dalam perjalanan bangsa.

Pengertian Supersemar

Supersemar atau Surat Perintah yang ditandatangani Presiden Pertama Republik Indonesia, Sukarno pada 11 Maret 1966 yang ditujukan kepada Letnan Jenderal (Letjen) Soeharto, dikenal juga dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret, demikian dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia yang dituliskan oleh Prof Dr Sutan Remy Sjahdeini, SH. Dengan Supermar tersebut, menginstruksikan Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.

Latar Belakang Lahirnya Supersemar

Sejarah kelahiran Supersemar dimulai dengan kondisi keamanan Indonesia yang tidak stabil, terutama setelah peristiwa G30S/PKI. Hal ini dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru, seperti yang disebutkan dalam Modul Belajar Mandiri Calon Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diterbitkan Kemdikbudristek.

Pasca tragedi G30S/PKI, pemerintah mengalami kesulitan dalam membuat keputusan politik. Situasi politik pun menjadi tidak stabil, sementara kepercayaan masyarakat pada Presiden Sukarno semakin menurun.

Pada 11 Maret 1966, Sukarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang kemudian dikenal dengan ‘Kabinet 100 Menteri’ yang merupakan hasil reshuffle dari Kabinet Dwikora, demikian dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia yang dituliskan oleh Prof Dr Sutan Remy Sjahdeini, SH.

Presiden Pertama Republik Indonesia, Sukarno mengeluarkan surat perintah (Supersemar) kepada Letjen Jenderal Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.

Selain itu, Baskara T Wardaya, SJ juga menulis dalam bukunya yang berjudul “Membongkar Supersemar: Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno” bahwa pada pagi 11 Maret 1966, Sukarno pergi ke Istana Bogor setelah memimpin Sidang Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan di Istana Merdeka. Ketika sedang memimpin rapat, Sukarno menerima nota dari Brigjen Sabur yang memberitahukan adanya pasukan tidak dikenal di luar Istana Merdeka yang menimbulkan kekhawatiran. Maka, Bung Karno memutuskan untuk menyerahkan pimpinan rapat kepada Waperdam II Leimena, kemudian segera menuju ke Istana Bogor dengan menggunakan helikopter bersama Dokter Soebandrio.

READ  Polisi Sebut Korban Video Porno Anak Lintas Negara Jadi Tersangka Kakak

Soeharto, seorang dari menteri yang tidak bisa hadir dalam rapat kabinet dengan alasan sakit, mengetahui peristiwa di Istana Merdeka tersebut. Soeharto langsung mengirim 3 orang utusannya, yaitu Brigjen M Jusuf, Brigjen Basuki Rachmat, dan Brigjen Amirmachmud ke Istana Bogor untuk bertemu dengan Sukarno. Pertemuan antara ketiganya menghasilkan penandatanganan Supersemar beserta segala konsekuensi politis yang menyertainya.

Inti Supersemar

Isi Supersemar mengandung perintah dari Presiden Pertama RI, Sukarno kepada Letnan Jenderal (Letjen) Soeharto untuk mengambil tindakan terkait situasi keamanan Indonesia saat itu.

Berikut adalah poin penting dalam Supersemar, dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia yang dituliskan oleh Prof Dr Sutan Remy Sjahdeini, SH sebagai berikut:

1. Bertujuan untuk mengambil langkah-langkah demi pemulihan keamanan, ketenangan, serta stabilitas jalannya pemerintahan dan revolusi, menjamin keselamatan dan kewibawaan pimpinan negara, dan melaksanakan pasti ajaran pemimpin besar revolusi.

2. Menyelaraskan pelaksanaan perintah dengan panglima-panglima angkatan lain secara optimal.

3. Melaporkan segala hal yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Bagian terdahulu membahas detail mengenai peristiwa sejarah Supersemar yang memiliki dampak besar dalam perjalanan sejarah Indonesia. Sekarang, fokus kita bergeser pada aspek pelaporan yang merupakan bagian penting dari keberhasilan setiap tugas.

Versi Lengkap Isi Supersemar

Berikut adalah salah satu versi lengkap isi Supersemar yang dikutip dari buku Membongkar Supersemar: Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno oleh Baskara T Wardaya, SJ.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PERINTAH

I. Mengingat:
1.1 Tingkatan Revolusi sekarang ini serta keadaan politik baik Nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.

II. Menimbang:

2.1 Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannya Revolusi.

2.2 Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannya.

III. Memutuskan/Memerintahkan:

Kepada: LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT

Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:

Sebelumnya, kita telah membahas mengenai isi dari Supersemar yang berisi tentang tindakan-tindakan yang dianggap penting untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan stabilitas Pemerintahan dan Revolusi, serta untuk menjaga keselamatan dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/mandataris M.P.R.S demi keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Di sini juga disebutkan pentingnya melaksanakan ajaran dari Pemimpin Besar Revolusi.

READ  Menggali Fenomena Kekerasan di Pesantren

Selanjutnya, Supersemar juga mencakup koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan lainnya dengan sebaik mungkin. Semua hal yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab tersebut harus dilaporkan dengan jelas sesuai ketentuan yang telah diuraikan.

IV. Selesai.

Saat ini, banyak pihak yang mulai mempertanyakan keaslian dokumen Supersemar. Beberapa ahli sejarah pun turut angkat bicara untuk memberikan pandangan mereka terkait hal ini. Kontroversi seputar naskah asli Supersemar semakin meruncing, dan masyarakat menunggu kejelasan dari pihak berwenang.

Djakarta, 11 Maret 1966

Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret menjadi sebuah babak baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Isi lengkap dari dokumen ini memunculkan beragam spekulasi dan juga kontroversi di kalangan masyarakat.

Pada tanggal 11 Maret 1966, Indonesia dikejutkan dengan Supersemar yang ditandatangani oleh Soeharto. Isi surat Supersemar tersebut menjadi kontroversi hingga saat ini.

Surat yang ditujukan kepada “Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris M.P.R.S” ini memperoleh perhatian banyak pihak. Ada yang menyebutkan ada naskah asli sebelumnya yang hilang, sehingga muncul misteri seputar keberadaan naskah tersebut.

(tanda tangan)

Masih berlanjut dari bagian sebelumnya, peristiwa Supersemar yang terjadi pada 11 Maret 1966 telah menempatkan Sukarno, Presiden pertama Indonesia, dalam posisi yang rumit. Keputusan untuk menyerahkan mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan menjadi sorotan utama dalam sejarah politik Indonesia.

Kontroversi seputar isi surat Supersemar juga menggugah minat banyak pihak. Bagaimana hal ini bisa terjadi dan apa sebenarnya yang tertulis dalam naskah aslinya? Misteri di balik surat bersejarah ini masih menyisakan tanda tanya yang belum terpecahkan hingga saat ini.

Kontroversi Supersemar: Keberadaan Naskah Asli Misterius

Supersemar menimbulkan kontroversi karena naskah asli Supersemar tersebut masih misterius keberadaannya. Eros Djarot mencatat dalam bukunya “Misteri Supersemar” pada tahun 2006, “Dokumen negara yang sangat penting itu ternyata menghilang dan hingga saat ini masih dinyatakan ‘hilang’.”

Para pelaku utama Supersemar, menurut Eros yang masih hidup saat itu, memilih untuk tetap bungkam. Keaslian naskah ‘Supersemar’ dan peristiwa sejarah yang melingkupinya tetap menjadi misteri yang terbungkus dalam ‘ruang gelap’.

Dalam buku Kontroversi Supersemar: Dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto yang ditulis oleh Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI) pada tahun 1998, terdapat beberapa misteri terkait dengan Supersemar.

Siapa yang sebenarnya menyimpan naskah asli Supersemar?

Apakah benar Supersemar merupakan legalisasi dari coup d’etat yang dilakukan secara terselubung oleh Jenderal Soeharto terhadap Bung Karno?

READ  2 Kali Gibran Menikmati Pisang di Tengah Debat Keempat

Sulit disangkal bahwa Supersemar merupakan legitimasi pertama bagi pemerintahan Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Supersemar menjadi titik balik transisi kekuasaan dari Bung Karno kepada Jenderal Soeharto, menandai berakhirnya suatu era.

Upaya Pencarian Naskah Asli Supersemar

Dalam pencarian naskah asli Supersemar, pernah dilakukan upaya yang ditujukan pada salah satu tokoh kunci Supersemar, yaitu Menhan/Pangab di era Soeharto, Jenderal M Jusuf. Namun, keluarga Jusuf membantah klaim tersebut.

“Kami sudah mengatakan, keluarga kami sama sekali tidak menyimpan apa pun,” ujar Heri Iskandar, salah satu keponakan M Jusuf, di Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani, pada Selasa (2/12/2008) yang lalu.

Heri juga menyangkal jika istri M Yusuf, Elly Saelan, banyak tahu soal Supersemar, dan akan mengungkapnya ke publik setelah kematian Soeharto.

“Kalau misalnya kami tahu, dari dulu akan kami ungkap, bahkan sebelum Soeharto meninggal,” jelas Heri yang juga Walikota Makassar saat itu.

Era Presiden SBY, tahun 2009 lalu, SBY bertemu dengan Kepala ANRI saat itu, Djoko Utomo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/8/2009).”Presiden menanyakan arsip apa saja yang sudah dikumpulkan, termasuk soal Supersemar. Sering ada informasi tolong dikumpulkan dan dilihat benar atau tidak,” ujar Jubir Kepresidenan era SBY, Andi Mallarangeng

Pada kesempatan yang sama, Kepala ANRI Djoko Utomo mengakui bahwa pihaknya belum menemukan naskah otentik Supersemar. Meskipun berbagai data dari keluarga pejabat tinggi negara dan pihak terkait telah ditelusuri, hingga saat ini belum ada kemajuan dalam menemukan naskah asli tersebut.

“Tapi naskah itu benar ada. Ada bukti otentik berupa film dokumentasi, Pak Soekarno di pidatonya mengatakan mengeluarkan Supersemar berikut penjelasan tujuannya,” yakin Djoko.

Masih dari arsip detikNews dari detikX, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyimpan tiga versi Supersemar. Tahun 2015, ANRI bekerja sama dengan Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri telah menguji tiga versi Supersemar. Kesimpulannya, tak ada satu pun yang orisinal.

Sebelumnya, ANRI memperoleh dokumen tersebut dari Sekretariat Presiden.

“Kita terus membuka ruang keterbukaan terkait dengan informasi arsip yang kita miliki,” kata Multi.

Sebelumnya, beredar kabar bahwa pelaharaan Supersemar di ANRI berasal dari koleksi mantan Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Adi Andojo.

“Kita memiliki arsip Supersemar, tapi itu dari berbagai versi. Setelah kita lihat dari autentikasinya, ternyata itu bukan arsip yang asli,” kata Multi Siswanti saat diskusi daring.

Tahun ini, tepat 58 tahun sejak Supersemar dikeluarkan. Namun, keberadaan naskah aslinya masih diselimuti misteri yang belum terpecahkan.