indotim.net (Senin, 22 Januari 2024) – Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi terlibat perdebatan sengit dengan pengacara terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah dengan DP sebesar Rp 0, Yoory Corneles Pinontoan. Keduanya bertukar argumen mengenai apakah Perumda Pembangunan Sarana Jaya, yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), harus menghasilkan profit dalam proyek rumah dengan DP Rp 0 atau tidak.
Prasetyo menjadi saksi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sidang tersebut merupakan lanjutan dari kasus lahan dengan nilai DP Rp 0 yang melibatkan terdakwa mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, pemilik manfaat PT Adonara Propertindo yaitu Rudy Hartono, dan Direktur Operasional bernama Tommy Adrian.
Tim pengacara Yoory awalnya menanyakan kepada Prasetyo tentang perbedaan antara perumda dan pesero. Prasetyo ditanya apakah Perumda harus diwajibkan untuk mengambil keuntungan.
“Bapak sebagai Ketua DPRD tahu perbedaan Perumda sama pesero nggak?” tanya pengacara Yoory.
“Perumda ya Sarana Jaya, Perumda,” jawab Prasetyo.
“Apakah perusahaan daerah itu inti bisnisnya harus menghasilkan keuntungan atau tidak?” tanya pengacara Yoory.
“Harus mendapatkan keuntungan, Pak, karena itulah yang Perumda lakukan,” jawab Prasetyo.
“Kalau Pesero?” tanya pengacara Yoory dengan tajam.
“Sebenarnya, hal tersebut sama saja,” balas Prasetyo.
Tim pengacara Yoory kemudian membacakan Peraturan Pemerintah Nomor 554 Tahun 2017 Pasal 8 yang terkait dengan pendirian perusahaan umum daerah. Dalam peraturan ini, tim pengacara Yoory menekankan bahwa Perusahaan Umum Daerah (Perumda) tidak diwajibkan untuk mencari keuntungan.
“Ini saya bacain PP, supaya Bapak tahu. Ini apa Nomor 554 Tahun 2017 di Pasal 8 pendirian perusahaan umum daerah diprioritaskan dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan harkat hidup masyarakat sesuai kondisi karakteristik daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik,” kata pengacara Yoory.
“Jadi Perumda itu tidak harus profit, itu yang penting punya kemanfaatan. Jadi kalau DP 0 persen tadi Bapak sampaikan di persidangan ini harus profit, nggak harus profit, Pak, yang penting masyarakat merasakan manfaatnya,” sambungnya.
Pernyataan dari tim pengacara Yoory tersebut mendapat penolakan keras dari Prasetyo Edi. Prasetyo menyebutkan bahwa Perumda Pembangunan Sarana Jaya harus mencari keuntungan karena sudah ada dana tambahan yang disalurkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Kalau mengacu ke aturan Bapak yang mengatakan itu, kita memberi modal juga ke Sarana Jaya. Apa gunanya BUMD yang ada di Jakarta yang ada di pemerintah daerah? Sekali lagi, seperti JakPro, kita memberikan penganggaran,” kata Prasetyo.
Perdebatan semakin memanas. Tim pengacara Yoory menyatakan bahwa proyek rumah dengan skema DP Rp 0 tidak diharapkan menghasilkan keuntungan karena Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya bukan merupakan perseroan terbatas.
Dalam sidang kasus lahan DP Rp 0, Prasetyo Edi terlibat dalam debat panas dengan pengacara terdakwa. Dalam pernyataannya, Prasetyo Edi menyinggung tentang suntikan dana hampir Rp 1 triliun yang telah disahkan di Banggar DPRD DKI.
Pengacara terdakwa, Yoory, mempertahankan persetujuan tersebut sebagai bukti bahwa tidak ada kekeliruan dalam proyek tersebut.
“Kalau Perumda itu tidak boleh profit, Pak, untuk kemanfaatan umat. Bapak tahu kalau PMD ini disahkan di Banggar? Kalau disahkan berarti prosedur sudah sesuai ketentuan?” tanya pengacara Yoory.
“Tapi pada saat itu ada catatan,” jawabnya Prasetyo.
“Catatannya apa?” tanya pengacara Yoory.
“Ya, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, masalah DP Rp 0 ini berkaitan dengan pemikiran mengenai Upah Minimum Regional (UMR) yang tidak melebihi Rp 7 juta,” ujar Prasetyo dengan tegas.
“Untuk kemanfaatan, bukan profit, Pak,” balas pengacara Yoory.
Simak informasi lengkapnya di halaman berikutnya.
Hakim kemudian turun tangan untuk menengahi perdebatan yang sengit antara Prasetyo Edi dan pengacara dari pihak terdakwa. Dalam sidang kasus lahan dengan DP Rp 0 ini, hakim menjelaskan bahwa Perumda tidak diharamkan untuk mencari keuntungan.
Pada sidang kasus lahan DP senilai Rp 0, terjadi debat sengit antara Prasetyo Edi dan pengacara terdakwa. Dalam pernyataannya, Prasetyo Edi mengatakan bahwa Perusahaan Umum Daerah (Perumda) fokus pada penyediaan sarana prasarana untuk kebutuhan masyarakat, namun tidak dilarang untuk mencari keuntungan. Perumda juga memiliki tanggung jawab memberikan pemasukan ke daerah, sehingga sebagian dari keuntungan yang dihasilkan juga disalurkan ke kas daerah.
“Kalau tidak boleh profit tidak bisa bayar pegawai. Pegawainya nanti dibayar siapa. Jadi memang titik beratnya bukan profit tapi tidak diharamkan cari profit. Kalau tidak cari profit tidak bisa hidup itu perusahaan daerah,” sambung hakim.
Dakwaan Yoory
Mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, menjalani sidang dakwaan yang ketiga kalinya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0. Yoory didakwa melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara senilai Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur, itu.
“Telah menyebabkan kerugian keuangan negara sejak tahun 2018 hingga tahun 2019 sebesar Rp 256.030.646.000,00, sesuai dengan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, yang dilakukan oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ),” kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan pada persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu (13/12/2023).
Jaksa mengungkapkan bahwa Yoory diduga terlibat dalam kasus korupsi bersama dengan pemilik PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian. Yoory disebut-sebut telah menerima keuntungan sebesar Rp 31,8 miliar, sedangkan Rudy senilai Rp 224 miliar.
“Akibat perbuatan Terdakwa Yoory Corneles bersama dengan Tommy Adrian dan Rudy Hartono Iskandar terkait jual beli tanah Pulo Gebang dengan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) nomor 04663, 04662, 04646, 04645, dan 04644, serta SHGB nomor 04643, Terdakwa Corneles Yoory telah memperoleh keuntungan sebesar Rp 31.817.379.000,00, sedangkan Rudy Hartono Iskandar sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) PT Adonara Propertindo memperoleh keuntungan sebesar Rp 224.213.267.000,00, atau setidaknya sejumlah itu,” ujar sumber tersebut.