indotim.net (Senin, 15 Januari 2024) – Belakangan beredar narasi seolah Presiden Jokowi melakukan perbuatan tercela karena terkesan mendukung Prabowo dalam Pemilu kali ini. Narasi tersebut adalah narasi sesat karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah dan tidak ada satu ketentuan hukum pun yang dilanggar jika Presiden Jokowi mendukung salah satu calon dalam pemilihan presiden. Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
Narasi yang salah dibangun berdasarkan logika yang keliru, yaitu anggapan bahwa Presiden tidak boleh memihak karena berpotensi memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan calon yang didukung. Logika tersebut sudah hancur sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kita bahkan mengatur bahwa seorang Presiden dapat mencalonkan diri kembali dan tetap menjabat sebagai Presiden petahana.
Inti dari masalah ini adalah seorang Presiden diperbolehkan untuk mendukung salah satu calon presiden atau bahkan maju kembali dalam pemilihan presiden sebagai seorang petahana. Namun yang perlu ditekankan adalah jangan menggunakan kekuasaan tersebut untuk keuntungan pribadi.
Di Amerika Serikat, praktik yang sama juga dilakukan di mana seorang Presiden petahana diizinkan untuk mendukung dan bahkan berkampanye bagi salah satu calon Presiden periode berikutnya. Contohnya, pada tahun 2008, Presiden George W Bush mendukung John McCain dalam melawan Barrack Obama. Tahun 2016, giliran Obama yang mendukung Hillary Clinton yang berkompetisi dengan Donald Trump.
Negara kita telah memiliki aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi atau calon yang didukungnya. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 306 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang secara umum mengatur bahwa pemerintah tidak diperbolehkan membuat kebijakan yang dapat memberikan keuntungan atau kerugian kepada salah satu calon presiden. Selain itu, Pasal 547 juga mengatur bahwa setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon dapat dikenai hukuman pidana penjara dengan maksimal 3 tahun.
Untuk menjalankan aturan ini, kita memiliki Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang bertanggung jawab dalam pengawasan proses pemilu. Seraya memantau kerja Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga hadir untuk mengawasi kinerja mereka.
Intinya tidak perlu khawatir jika Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu calon presiden. Hal ini dikarenakan ada aturan yang jelas dan lembaga penegak hukum yang akan memastikan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi III DPR, menyatakan bahwa Presiden memiliki hak untuk mendukung calon presiden (capres) manapun. Pernyataan ini diungkapkan dalam konteks perdebatan seputar netralitas Presiden dalam pemilihan Presiden.
Lihat juga Video: Hasto soal Isu Pemakzulan Jokowi: Gerakan Itu Suatu Aksi-Reaksi
Kesimpulan
Presiden memiliki hak untuk mendukung siapapun sebagai calon presiden dalam Pemilu, sesuai dengan prinsip dan etik yang berlaku. Narasi yang menganggap bahwa Presiden tidak boleh memihak adalah narasi sesat, karena tidak ada ketentuan hukum yang melarang hal tersebut. Namun, penting untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Aturan yang ketat telah ada untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan lembaga pengawas pemilihan juga bertugas memantau proses pemilu. Jadi, tidak perlu khawatir akan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden dalam mendukung calon presiden.