indotim.net (Senin, 26 Februari 2024) – Rencana penggunaan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pernikahan lintas agama mendapat sorotan. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas secara langsung menyampaikan inisiatif tersebut.
Awalnya, Yaqut menekankan bahwa KUA harus berperan sebagai pusat layanan keagamaan bagi semua agama. Dia ingin KUA dapat bertransformasi menjadi tempat yang tidak hanya melayani umat Islam saja.
“Sejak awal, kita telah sepakat bahwa KUA akan dijadikan sebagai pusat pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA akan menjadi tempat pernikahan bagi seluruh agama,” ungkap Yaqut dalam pernyataannya di situs Kementerian Agama, Sabtu (24/2/2024).
Pada Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam dengan tema Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Dasar Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan, Menteri Agama (Menag) Yaqut mengungkapkan keinginannya. Hadir dalam rapat tersebut, Inspektorat Jenderal Faisal Ali Hasyim, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Zainal Mustamin, Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Waryono Abdul Ghafur, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Adib, serta Staf Khusus, Staf Ahli, dan Tenaga Ahli Menteri Agama
Yaqut menyampaikan bahwa saat ini pencatatan pernikahan agama selain Islam dilakukan di kantor pencatatan sipil. Yaqut berharap kedepannya setelah dilakukan pencatatan pernikahan agama di Kantor Urusan Agama (KUA), data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.
Ketika ditanya mengenai rencana tersebut, anggota Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, memberikan tanggapannya. “Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang nonmuslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal itu seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama,” katanya.
Yakut menyatakan harapannya agar aula-aula yang tersedia di KUA dapat difungsikan sebagai tempat ibadah sementara bagi umat non-Islam yang mengalami kesulitan dalam mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi, sosial, dan lainnya.
Dalam konteks keberagaman agama di Indonesia, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan pentingnya Kementerian Agama (Kemenag) mendukung saudara-saudari non-muslim dalam menjalankan ibadah dengan lancar. Menurutnya, tugas umat Muslim sebagai mayoritas adalah melindungi hak-hak warga minoritas, bukan sebaliknya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kamaruddin Amin mengumumkan rencananya untuk menjadikan KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas agama pada tahun ini.
Menyusul pernyataan sebelumnya, Senayan kembali memperjelas rencananya terkait KUA sebagai tempat nikah lintas agama. “Tahun ini pula segera kami launching KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas fungsi dan lintas agama,” ujar sumber terpercaya.
Simak respons lengkap dari DPR di bagian sebelumnya.
Debat mengenai proposal Menag untuk mengubah KUA agar bisa digunakan sebagai tempat pernikahan bagi semua agama telah menarik perhatian banyak pihak. Tidak hanya kalangan agamawan, tetapi juga politisi dan masyarakat umum turut angkat bicara.
Respons DPR
Komisi VIII DPR, yang bertanggung jawab atas agama, sosial, kebencanaan, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak, merespons keinginan Yaqut. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi Golkar, Ace Hasan Syadzily, mendukung rencana tersebut dengan syarat adanya regulasi yang matang.
“Sejatinya Kementerian Agama itu merupakan kementerian yang bukan hanya melayani satu agama, tetapi semua agama juga dilayani. Negara harus memberikan pelayanan kepada semua warga negara, apa pun agamanya,” kata Ace kepada wartawan, Minggu (25/2).
Ace menekankan pentingnya peran KUA dalam menangani masalah keagamaan, bukan hanya urusan administrasi pernikahan. “Kantor Urusan Agama (KUA) seharusnya tidak hanya fokus pada pernikahan, tetapi juga memberikan layanan terkait masalah keagamaan lainnya. KUA seharusnya menjadi tempat untuk memberikan bimbingan keagamaan mulai dari pernikahan, zakat, wakaf, hingga manasik haji,” katanya.
Menyusul usulan Menag terkait KUA sebagai tempat pernikahan lintas agama, Ace turut menyoroti aspek regulasi yang perlu disiapkan untuk rencana tersebut. Dia juga menekankan pentingnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan skala rencana tersebut.
Usulan yang diajukan oleh Gus Men mengenai KUA yang akan melayani pernikahan dari semua agama, tentu harus didukung dengan regulasi yang jelas. Pasalnya, menurut hukum perkawinan dalam Islam, pernikahan harus mendapatkan legalitas dari negara melalui KUA.
“Jika dalam agama lain ada persyaratan melibatkan negara, seperti KUA, dalam proses pernikahan, maka hal tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan SDM yang memadai,” ungkap narasumber.
Fraksi PKB turut menyuarakannya. Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, Luqman Hakim, menegaskan dukungan mereka terhadap rencana tersebut.
Menurut Luqman, “Rencana Menag itu sangat layak didukung, meski agak terlambat. Saya membayangkan, masalah pencatatan nikah ini seharusnya menjadi prioritas penting dari kepemimpinan Gus Yaqut di Kementerian Agama.”
Luqman menjelaskan bahwa rencana ini memiliki manfaat besar dalam mengurangi potensi pemalsuan data pernikahan yang selama ini marak terjadi. Selain itu, KUA sebaiknya juga melayani kebutuhan seluruh warga dengan beragam latar belakang agama.
Dalam suara yang menggema dari Senayan, Menteri Agama memiliki visi untuk menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat resmi untuk pernikahan lintas agama. Manfaat dari langkah ini antara lain adalah meminimalisir risiko pemalsuan data pernikahan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang sering terjadi. Lebih dari sekadar tempat pencatatan pernikahan beragama, KUA diharapkan juga mampu memberikan pelayanan yang mencakup kebutuhan rohani bagi seluruh warga dengan keyakinan yang beragam.
Luqman menegaskan bahwa meskipun rencana tersebut akan menimbulkan penolakan dari sebagian pihak, namun penting bagi pemerintah untuk tetap melaksanakannya demi menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Meskipun rencana ini pasti akan menimbulkan resistensi dari sebagian kalangan, terutama mereka yang masih belum sepenuhnya yakin bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Dalam hal ini, Kementerian Agama memiliki tanggung jawab penting untuk memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang meragukan. Bila mereka tetap bersikeras menolak, kita tinggal mengabaikannya,” ungkapnya dengan mantap.
Luqman menegaskan bahwa rencana tersebut merupakan langkah penting dalam menciptakan sistem data tunggal pernikahan. “Implementasi sistem data tunggal pernikahan perlu segera dilaksanakan, agar pemerintah memiliki dasar yang akurat dalam mengambil kebijakan terkait pembangunan keagamaan di Indonesia. Kita harus ingat, adanya persepsi ketidakadilan berbasis agama di tengah masyarakat bisa memicu ketegangan sosial dengan mudah,” ujar Luqman.